Sabtu 07 Mar 2020 07:39 WIB

Penelitian Awal Vaksin Covid-19 Butuh Hingga Rp 5 Miliar

Pengembangan vaksin COVID-19 masih terkendala pendanaan.

Petugas menyiapkan vaksin. ilustrasi
Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Petugas menyiapkan vaksin. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Virus Corona yang pertama kali muncul di Wuhan, Provinsi Hubei, China, menyebabkan munculnya penyakit baru yang mewabah hingga ke sejumlah negara di dunia. Kasus baru penyebaran penyakit COVID-19 terus bertambah. Virus COVID-19 merupakan jenis virus corona ketujuh yang diketahui menyebabkan zoonosis, penyakit yang ditularkan dari hewan kepada manusia.

Berkejaran dengan waktu, penanganan virus COVID-19 juga memerlukan pengembangan vaksin untuk mengantisipasi penularan dan penyebaran penyakit serta mengurangi korban jiwa. Beberapa negara sudah mulai mengembangkan vaksin untuk virus COVID-19 seperti Rusia dan China. Bagaimana dengan Indonesia?

Baca Juga

Setelah muncul kasus positif COVID-19 pertama di Indonesia dengan terungkapnya dua pasien yang tinggal di Depok, Jawa Barat, pada awal Maret 2020, pengembangan vaksin menjadi lebih mendapat perhatian.

Namun pengembangan vaksin COVID-19 masih terkendala pendanaan. Hingga saat ini belum ada "bunyi gong" atau keputusan resmi dari pemerintah untuk menjadikan pengembangan vaksin COVID-19 menjadi prioritas nasional.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)  Ari Fahrial Syam menuturkan kendala utama untuk pengembangan vaksin COVID-19 adalah dana. Untuk tahap awal pengembangan vaksin, diperlukan sekitar Rp 3 miliar sampai Rp 5 miliar. Dana yang dibutuhkan bisa saja lebih besar tergantung dengan proses penelitian dan pengembangan.

"Kendala utamanya sebenarnya biaya. Kalau SDM (sumber daya manusia) kita punya ahli virus kemudian peralatan kita punya dan laboratorium khusus kita juga punya biosafety (BSL) 2 dan 3," tuturnya.

Dana untuk pengembangan vaksin, kata Ari, memang dibutuhkan besar karena perlu untuk mendanai penelitian dan pengembangan kandidat vaksin, kemudian uji vaksin untuk binatang hingga uji vaksin ke manusia.

Selain itu, pengembangan vaksin akan melewati berbagai tahapan uji coba. Jika kandidat vaksin pertama tidak memberikan hasil yang bagus, maka bisa kembali ke penelitian awal hingga menemukan kandidat vaksin yang diharapkan.

Dia menuturkan pihaknya telah menyampaikan secara informal keinginan untuk pengembangan vaksin dan perlunya pendanaan yang memadai kepada Kementerian Riset dan Teknologi.

Pihaknya juga sedang mencari filantropis untuk mendukung pendanaan pengembangan vaksin COVID-19, namun hingga saat ini belum ada yang berminat.

Dengan kondisi ini, memang diperlukan "bunyi gong" dari pemerintah Indonesia untuk mewujudkan penelitian dan pengembangan vaksin COVID-19 sehingga kegiatan ini didukung dengan upaya kolaboratif termasuk sumber daya manusia dan pendanaan, serta meliputi seluruh pemangku kepentingan termasuk investor swasta.

"Namanya riset seperti begini bukan seperti membalikkan tangan tentu ada berbagai macam kendala dan segala macam dalam proses riset tersebut, apakah bermasalah di 'animal' (binatang) atau tidak, kalau ternyata bermasalah tentunya kita mesti balik lagi mundur lagi karena ini kan menciptakan sesuatu, ini Inovasi dan butuh waktu dan tenaga dan segala macam," tuturnya.

Lembaga Biologi Molekuler Eijkman telah menyampaikan keinginan untuk pengembangan vaksin kepada Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek). Lembaga ini sudah bersurat ke Menteri Riset dan Teknologi untuk meminta bantuan berupa dukungan pendanaan dari kementerian itu.

Di sisi lain, Lembaga Eijkman telah berdiskusi dengan PT Bio Farma untuk mengupayakan pembuatan vaksin virus corona. Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan PT Bio Farma sedang membahas pengembangan vaksin untuk menangkal infeksi virus corona baru penyebab COVID-19.

"Eijkman mereka sedang dalam pembicaraan dengan Bio Farma untuk mencoba memproduksi vaksin untuk menjaga kekebalan tubuh terhadap corona virus," kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro.

Kemenristek menyambut baik penelitian untuk pengembangan vaksin COVID-19 dari berbagai pihak termasuk perguruan tinggi. Namun pengembangan vaksin itu diharapkan tidak dilakukan sendiri-sendiri agar hasil yang dicapai dapat menonjol secara nasional.

"Kita sangat welcomed an sekarang kita memang punya skema bahwa penelitian itu tidak individual, tidak satu institusi, bahkan kita sudah dorong yang ada di RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) itu yang pelaksanaan riset yang flagship (prioritas nasional) itu multi institusi," kata Plt. Deputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristek Muhammad Dimyati.

Jika ada perguruan tinggi yang ingin mengajukan proposal penelitian pengembangan vaksin COVID-19 ke Kemristek, maka kementerian itu akan mempersilakan. Namun, pengembangan vaksin itu harus dilakukan melalui kolaborasi berbagai pihak untuk memaksimalkan hasil riset.

"Pengalaman kita kalau melakukan penelitian sendiri-sendiri tidak jadi apa-apa karena sudah puluhan tahun kita melakukan riset sendiri sendiri hasilnya tidak ada yang menonjol secara nasional," ujarnya.

sumber : antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement