Sabtu 07 Mar 2020 11:44 WIB

Helikopter Myanmar Jatuh, Diplomat Indonesia Selamat

Helikopter Militer Myanmar membawa atase Kedutaan Besar beberapa negara.

Rep: Mabruroh/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Helikopter Jatuh
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi Helikopter Jatuh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Helikopter Militer Myanmar yang membawa atase Kedutaan Besar beberapa negara mengalami kecelakaan. Atase Pertahanan KBRI Yangon, Kolonel Laut (P) Fajar Rusdianto berada dalam helikopter tersebut.

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha membenarkan insiden kecelakaan tersebut. Dia juga menyebutkan bahwa perwakilan Indonesia berada di dalam helikopter.

Baca Juga

"Benar telah terjadi kecelakaan helikopter miiliter Myanmar, Bapak Atase Pertahanan KBRI Yangon berada dalam helikopter tersebut, Alhamdulillah beliau selamat," kata Judha dalam pesan singkat, Sabtu (7/3).

Judha melanjutkan, seluruh penumpang helikopter militer Myanmar selamat. Hanya ada beberapa orang yang mengalami luka ringan.

Menurut Judha, rombongan dalam helikopter tersebut hendak melakukan konferensi pers di Kutkai Township, Shan State atau sekitar 1014 km dari Yangon). Rombongan akan pengungkapan fasilitas pabrik yang memproduksi narkoba yang baru-baru ini berhasil digrebek oleh pasukan pemerintah Myanmar.

Dilansir dari Myanmar Times, helikopter tersebut jatuh di sebuah desa di Negara bagian Shan tidak lama setelah lepas landas. Sedikitnya ada empat orang yang mengalami luka ringan, yakni satu orang diplomat dan tiga orang awak pesawat.

Juru bicara Tim Tatmadaw (Militer), Mayor Jenderal Tun Tun Nyi mengatakan helikopter naik sekitar 30 meter dari tanah sebelum baling-baling berhenti berputar. Beruntung, karena keahlian pilot dan ketepatan keputusan akhirnya helikopter dapat mendarat lurus.

"Ada tiga awak pesawat termasuk pilot yang cedera kecil, sisanya penumpang baik-baik saja. Para atase militer baik-baik saja, hanya ada yang sedikit memar," kata dia.

Negara bagian shan di utara adalah pusat heroin dan produksi obat-obatan sintetis di Asia yang juga disebut segitiga emas. Karena merupkan wilayah perbatasan Myanmar, Thailand, dan Laos daerah tanpa hukum tempat berbagai kelompok etnis bersenjata dan sindikat kejahatan beropersi.

Penggrebekan narkoba dalam operasi di Kutkai kali ini merupakan yang terbesar dalam dua tahun terakhir melebihi nilai metamfetamin sebesar 64 juta dolar AS dan heroin yang disita pada 2018. Sayangnya tidak ada tersangka dalam penggrebekan itu.

Tatmadaw mengatakan operasi itu akan terus berlanjut meskipun ada pertanyaan oleh kelompok lokal dan internasional mengenai tidak adanya tersangka ini.

International Crisis Group yang berpusat di Brussels mengatakan, bisa saja para tersangka ini telah menerima informasi lebih dulu sebelum adanya penggrebekan. Sehingga mereka para tersangka lebih dulu melarikan diri sebelum pasukan datang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement