REPUBLIKA.CO.ID, Jalan Imam Abu Hamid Al Ghazali, cukup berliku menapaki alam spiritual. Sebelum menempuh tasawuf, dia membaca karya-karya tasawuf yang ditulis para sufi terkemuka, seperti Abu Thalib Al Makky, Al Harits Al Muhasibi, Junaid, Al Syibli, Abu Yazid Al Bastomi. Al Ghazaly beruzlah ketempat yang jauh dari keramaian.
Untuk berkhalwat, riyadhah, mujahadah melakukan pembersihan diri, memperbaiki moral serta mensucikan hati dengan berdzikir kepada Allah. Al Ghazaly menjelaskan bagaimana berdzikir: "Duduklah di tempat sepi yang bisa menghentikan jalannya panca indra, bukalah mata batin, kemudian jadikan hati berada dalam dunia malaikat, dan ucapkan Allah..Allah..Allah... dengan hati, lisan tanpa bersuara, sampai tidak kedengaran apa-apa (penuh khusyuk). Maka kamu tidak akan melihat apa-apa kecuali Allah.
Kekuatan 'melihat' Allah akan terbuka dalam keadaan sadar, seperti melihat-Nya ketika tidur. Dan akan terlihat alam malaikat, para nabi, gambar keindahan suatu kebaikan, serta terungkap dunia langit dan bumi. Kamu melihat itu semua yang tidak mungkin digambarkan kepada orang lain." "Barangsiapa menanam maka ia akan menuai, barangsiapa berjalan maka ia akan sampai, dan barangsisapa yang mencari, maka ia akan mendapatkan... jalan pencariannya itu ialah dengan cara mujahadah."
Menjelang ajalnya, Al Ghazaly menasihati orang-orang yang akan menjalani tasawuf. Pertama, harus mengetahui hakikat taat dan hakikat ibadah. Kedua bertaubat nasuha. Ketiga tidak bermusuhan. Keempat, mendapatkan ilmu syariah sesuai perintah Allah. Kelima mempunyai seorang pemberi petunjuk (mursyid) jalan yang bisa menghilangkan perbuatan-perbuatan tercela. Keenam, menjauhi hawa nafsu, dan ketujuh, memilih seluruh perjalanan hidup orang fakir, karena asal tarekat ini menjauhi hati dari cinta kepada dunia.