REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menggelar pertemuan, Senin (9/3). Airlangga mengungkapkan sejumlah kesepakatan dalam pertemuan yang digelar tertutup selama dua jam itu.
"Pertama terkait dengan kebijakan politik dalam kabinet mendukung koalisi bapak presiden Golkar, Nasdem bersama-sama mengawal dan menjaga kebijakan publik pemerintah agar bisa menjalankan program sesuai yang diharapkan presiden Jokowi," kata Airlangga di DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (9/3).
Selain itu, keduanya juga membahas soal RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Airlangga menegaskan bahwa keduanya sepakat punya pikiran yang sama. "Ketiga, terkait UU politik terkait dengan parliamentary threshold (ambang batas parlemen) ada usulan dari Pak Surya bahwa parliamentary threshold tujuh persen dan Partai Golkar juga lihat ini suatu yang bagus dan Partai Golkar akan mendukung konsep tersebut," ujarnya.
Sementara itu untuk ambang batas presiden (presidential threshold) Golkar juga menyambut baik usulan Nasdem agar tetap 20 persen. Terakhir, keduanya tidak menutup kemungkinan untuk menjalin kerja sama di pilkada 2020 mendatang.
Surya Paloh mengamini pernyataan Airlangga. Ia pun sedikit menjelaskan kembali beberapa kesepakatan dalam pertemuan tersebut. "DPP Partai Golkar dalam arti kata seluruh jajaran Partai Golkar bersama dengan DPP Partai Nasdem dengan seluruh jajaran Partai Nasdem, bersinergi untuk memperkuat agar seluruh policy dan kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah bisa teraplikasikan sedemikian rupa di dalam pengoperasionalanya di lapangan," tutur Surya.
Terkait Omnibus Law Cipta Kerja, Surya meminta agar semua pihak duduk bersama mengevaluasi ulang Omnibus Law. Namun ia berharap evaluasi tersebut tidak dilakukan dalam waktu yang lama.
"Artinya policy kebijakan Omnibus Law ini Insya Allah harus bisa disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kita dalam waktu yang tidak terlalu lama," ucap Surya.
Terakhir, terkait persoalan pemilu, Nasdem berharap agar pemilu serentak 2019 tidak diulangi. Ia mengusulkan kepada Mahkamah Konstitusi mengevaluasi lagi pemilu serentak. "Kami berharap mungkin tetap terpisah yaitu pemilu legislatif terlebih dahulu terlepas barangkali diberikan kesempatan beberapa bulan, baru pelaksanaan Pemilu Pilpres," ungkapnya.