REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) mengatakan paparan radiasi di Perumahan Batan Indah di Tangerang Selatan, Provinsi Banten, turun signifikan menjadi 0,8-1,1 microsievert per jam. Angka itu terus diupayakan turun hingga mencapai radiasi latar untuk kondisi semula yang aman yakni 0,03 - 0,06 microsievert per jam.
"Paparan radiasi di lahan tersebut sudah mengalami penurunan yang signifikan yakni antara 0,8–1,1 microsievert per jam," kata Kepala Pusat Informatika dan Kawasan Strategis Nuklir Batan Roziq Himawan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (9/3).
Penurunan paparan radiasi tersebut terjadi karena dilakukannya proses dekontaminasi atau pembersihan (clean up) dengan mengangkut tanah dan vegetasi terkontaminasi serta sumber bahan radioaktif Cesium 137 dari area tanah kosong di perumahan itu. Paparan radiasi awal sebelum dilakukan dekontaminasi adalah 149 microsievert per jam.
"Clean up atau dekontaminasi ini bertujuan melakukan pembersihan dari adanya kontaminasi zat radioaktif di lahan yang terpapar radiasi zat radioaktif. Tujuan akhir dari clean up ini adalah mengembalikan lahan yang semula terkontaminasi menjadi lahan yang bersih seperti sediakala," ujarnya.
Proses clean up masih terus berlangsung hingga radiasi mencapai batas normal sehingga aman bagi masyarakat dan lingkungan. Saat ini, kegiatan clean up telah memasuki hari ke-16 dan berhasil mengumpulkan tanah dan vegetasi yang diindikasikan terkontaminasi sebanyak 638 drum.
Setelah proses clean up selesai, maka akan dilakukan remediasi yang bertujuan untuk mengembalikan kondisi tanah yang bersih seperti semula.
Roziq menuturkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan clean up yakni mengetahui tingkat kontaminasi, luasan lahan yang terkontaminasi serta tingkat konsentrasi aktivitas radiasi dari area terluar hingga ke pusat radiasi.
Dengan mengetahui hal-hal itu, dapat diprediksi jumlah tanah yang harus dikeruk agar kondisi di area itu aman bagi masyarakat dan lingkungan.
Ada tiga tahapan yang harus dilakukan sebelum clean up yaitu, pertama melakukan pemetaan laju dosis radiasi dengan mengukur sampel tanah permukaan untuk mengetahui tingkat kontaminasi.
Kedua, melakukan pengukuran terhadap sampel tanaman yang bertujuan untuk mengetahui dampak kontaminasi terhadap tumbuhan. Ketiga, melakukan pengukuran terhadap sampel tanah yang disisir dari area terluar hingga ke arah dalam mendekati sumber radiasi.
Setelah semua itu dikerjakan, langkah selanjutnya adalah pengerukan atau pengambilan tanah dan tumbuhan yang terkontaminasi. Setelah pengerukan, dilakukan pemetaan ulang untuk memastikan bahwa proses clean up sudah cukup.
Dalam melakukan clean up, perlu melibatkan petugas proteksi radiasi yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan program proteksi dan keselamatan radiasi.
Selain itu, diperlukan juga penganalisis radiasi yang bertugas melakukan analisis terhadap aktivitas radiasi atau laju dosis, menentukan daerah aman, jumlah paparan yang akan diterima manusia, dan umur sumber radiasi.
Petugas pengelola limbah radioaktif juga berperan dalam memproses tanah dan vegetasi hasil clean up. Tanah dan vegetasi yang terkontaminasi itu dikirim ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif BATAN di Kawasan Nuklir Serpong, Puspiptek.
Selama melakukan kegiatan clean up, hujan yang turun menjadi hambatan utama karena dengan kondisi tanah yang basah, proses pengerukan dan pemindahan tanah ke dalam drum menjadi sulit. Tanah yang bercampur dengan air hujan juga menambah volume limbah, dan dapat meningkatkan potensi kontaminasi ke tempat yang lain.
"Proses pengerukan, pengangkutan dan lain-lain, apabila dilaksanakan pada saat hujan dapat meningkatkan potensi kontaminasi yg lebih luas," ujar Roziq.