REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan, Kemenkeu akan membahas keputusan terbaru Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pemerintah juga siap menelaah dampak dari keputusan tersebut, termasuk pada belanja negara.
Suahasil mengatakan, banyak konsekuensi yang bisa terjadi dengan pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Defisit yang selama ini sudah terjadi di BPJS Kesehatan pun mungkin saja terus melebar.
Seperti diketahui, sisa defisit BPJS Kesehatan sampai akhir tahun mencapai Rp 15,5 triliun setelah disuntik oleh pemerintah pusat sebesar Rp 13,5 triliun.
"Kalau kita berikan uang seperti itu lagi, tahun depan tidak tahu lagi (defisit) berapa," tutur Suahasil ketika ditemui di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (9/3).
Suntikan yang dilakukan pemerintah pusat pada tahun lalu adalah berupa pembayaran iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) pusat serta peserta penerima upah (PPU) khususnya Pemerintah.
Dalam hal ini adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), prajurit TNI, serta anggota Kepolisian. Pemerintah pusat juga membantu pemerintah daerah untuk menanggung pembayaran iuran PBI daerah untuk periode Agustus sampai Desember 2019.
Pada tahun ini, Kementerian Keuangan juga sudah membayar PBI dengan tarif baru. Merujuk pada Undang-Undang APBN 2020, pemerintah sudah menganggarkan Rp 48 triliun untuk pembayaran premi PBI yang berjumlah 96,8 juta jiwa.
Salah satu implikasi dari keputusan MA adalah penarikan bantuan tersebut. Suahasil menuturkan, konsekuensi ini juga akan didalami oleh pemerintah pusat. "Tentu kita kan harus bicara dengan kementerian lain," ujarnya.
Diketahui, MA mengabulkan permohonan uji materi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Artinya, iuran BPJS Kesehatan yang seharusnya naik hingga 100 persen pun dibatalkan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menyampaikan ancaman menarik kembali suntikan dana sebesar Rp 13,5 triliun yang sudah dikeluarkan tahun lalu kepada BPJS Kesehatan. Ancaman ini disampaikan di tengah permintaan DPR agar pemerintah membatalkan kenaikan iuran peserta mandiri yang tercantum dalam Perpres 75/2019.
Sri menjelaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan apabila DPR bersikukuh untuk membatalkan Perpres 75/2019 yang berlaku sejak 1 Januari 2020. Tapi, jika memang sudah resmi dicabut, pemerintah pusat dapat menarik bantuan Rp 13,5 triliun.
"Saya tarik kembali, sehingga BPJS Kesehatan ‘bolong’ Rp 32 triliun," ujarnya dalam rapat gabungan lintas komisi bersama dengan pemerintah di Ruang Pansus B DPR, Jakarta, Selasa (18/2).