Senin 09 Mar 2020 22:15 WIB

Mengenal Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (2)

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari merupakan ulama ternama asal Kalimantan.

Red: Muhammad Hafil
KH Ma'ruf Amin saat berziarah ke makam Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari
Foto: Antara/Bayu Pratama S
KH Ma'ruf Amin saat berziarah ke makam Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Sepulang dari Tanah Suci, Syekh al-Banjari kemudian pulang ke tanah kelahirannya di Martapura. Dari sana, ia kemudian membangun pendidikan Islam di Kalimantan. Ia memegang peranan penting dalam penyebaran dakwah Islam di sana. Setelah membuka majelis ilmu, al-Banjari pun kemudian mendidik banyak murid. Dari pengajaran dia, lahir para dai yang kemudian ikut serta dalam mendakwahkan Islam di Kalimantan.

Bahkan dikisahkan, saat pulang ke Martapura, al-Banjari disambut dengan upacara adat kebesaran yang dihelat Raja Banjar, Sultan Tamjidillah. Rakyat Banjar mengelukan kedatangan sang syekh yang dianggap sebagai "Matahari Agama". Maksudnya, al-Banjari diharapkan dapat menjadi cahaya agung yang menyinari Kerajaan Banjar. Tak hanya masyarakat, tapi seluruh pihak kerajaan pun mengharapkannya menjadi pembimbing agama mereka. Harapan tersebut pun tercapai. Al-Banjari pulang dan menyalakan cahaya agama yang menghidupkan masyarakat Banjar.

Baca Juga

 

Namun, tak hanya di Kalimantan, dakwahnya pun disambut baik oleh masyarakat di Pulau Jawa. Di Jakarta, yang saat itu masih bernama Batavia, pendidikan al-Banjari diterima dengan antusias. Ia bahkkan pernah mengoreksi arah kiblat beberapa masjid tua di Jakarta, seperti Masjid Pekojan dan Masjid Luar Batang di Jakarta Utara.

Syekh berdakwah di nusantara hingga 50 tahun lamanya. Ia juga memiliki banyak karya yang menjadi media pembelajaran Islam kala itu. Kitabnya yang paling fenomental, yakni Sabil al-Muhtadin. Semua ulama di tanah Melayu menjadikan kitab tersebut sebagai rujukan ilmu. Hampir tak ada satu pun ulama nusantara yang tak mengenal karya beliau tersebut. "Dia sangat termasyhur dengan kitab Sabilal Muhtadin. Judul kitab yang kini diabadikan menjadi nama masjid terbesar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kitab ini menjadi panduan bagi tak sedikit pengajian keagamaan di Asia Tenggara," tulis artikel mengenai biografi al-Banjari dalam web resmi Disbudparpora Banjar.

Selain Sabil al-Muhtadin, al-Banjari pun menghasilkan karya yang jumlahnya sangat banyak. Meski aktivitas mengajar telah menghabiskan banyak waktunya, syekh menyempatkan menulis kitab untuk menunjang dakwahnya. Dengan ilmu agama yang mumpuni, al-Banjari tak hanya menulis kitab dalam satu bidang agama. Ia menulis tentang akidah, fikih, tafsir, hadis, dan hampir seluruh cabang ilmu agama.

Setelah menorehkan banyak kiprah bagi Muslimin Tanah Air, bahkan hingga Asia Tenggara, al-Banjari kemudian mengembuskan napas terakhir pada 6 Syawal 1227 Hijriyah atau 3 Oktober 1812 Masehi. Ia dimakamkan di Desa Kelampaian Tengah, Kecamatan Astambul, yakni berjarak sekitar 15 kilometer dari Martapura. Hingga kini, makamnya sering kali dikunjungi warga, bahkan menjadi objek wisata religi. Di dekat makam, dibangun pula sebuah perpustakaan yang menyimpan karya ulama karismatik yang pernah dimiliki Indonesia ini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement