REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Shelter bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) akan segera berdiri di Kota Cirebon. Sejumlah ahli di bidangnya masing-masing, seperti tokoh agama dan psikolog, akan disiapkan pula di shelter itu untuk membina para PMKS.
‘’Shelter PMKS akan segera dibangun dan ditargetkan selesai Agustus tahun ini,’’ ujar Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSPPA) Kota Cirebon, Iing Daiman, saat menghadiri Rapat Koordinasi Anggota Komisi VIII DPR RI dengan Pemkot Cirebon, di Balai Kota Cirebon, Senin (9/3).
Iing menjelaskan, dengan anggaran sekitar Rp 1 miliar, Shelter PMKS terdiri dari empat kamar dengan 16 tempat tidur. Shelter itu akan menjadi tempat menginap bagi PMKS yang terjaring razia polisi maupun Satpol PP.
Para PMKS akan diinapkan selama dua sampai tiga hari di shelter tersebut. Selama menginap itu, mereka akan memperoleh pembinaan dari tokoh agama maupun psikolog. ‘’Selama ini kan mereka hanya dibina selama dua sampai tiga jam, di shelter ini mereka akan dibina selama dua sampai tiga hari,’’ tukas Iing.
Iing mengungkapkan, keberadaan Shelter PMKS itu merupakan salah satu upaya untuk meminimalkan orang dengan status PMKS. Dengan masa pembinaan yang lebih lama di shelter, mereka diharapkan bisa menjadi lebih baik.
Iing menilai, keberadaan PMKS merupakan konsekuensi dari penetapan Cirebon sebagai salah satu metropolitan area di Jawa Barat, selain Bandung dan Bogor-Depok. Karena itu, antisipasi timbulnya permasalahan sosial, termasuk keberadaan PMKS, harus dilakukan.
Sementara itu, dalam kesempatan tersebut, Wali Kota Cirebon, Nashrudin Azis, mencurahkan unek-uneknya terkait masalah sosial kepada anggota DPR RI Komisi VIII, Selly Andriany Gantina.
Azis menyebutkan, Kota Cirebon memiliki jumlah penduduk sekitar 360 ribu jiwa. Namun, sebagai pusat niaga dan jasa, populasi warga di Kota Cirebon pada siang hari bisa mencapai sekitar dua juta jiwa. ‘’Bertambahnya penduduk di Kota Cirebon pada siang hari tentu membawa dampak positif maupun negatif,’’ kata Azis.
Azis menuturkan, dengan penambahan jumlah penduduk pada siang hari, maka permasalahan sosial di Kota Cirebon juga bertambah. Namun, dalam kuota pembagian anggaran, Kota Cirebon malah mendapat jatah paling kecil dibandingkan daerah lain di Jawa Barat.
‘’Kota Cirebon dengan dukungan anggaran yang terbatas, memiliki tanggung jawab yang besar di bidang sosial dan permasalahan lain, seperti misalnya bencana banjir,’’ terang Azis.
Dalam kesempatan itu, anggota DPR RI Komisi VIII, Selly Andriany Gantina, menyatakan, Komisi VIII DPR RI yang membawahi masalah sosial, kesejahteraan masyarakat dan agama, siap memberikan dukungan dan bantuan untuk Pemkot Cirebon melalui kementerian terkait. Hal itu terutama jika terjadi kondisi yang mendesak.
‘’Misalnya ada musibah banjir, kami bisa mendorong bantuan cepat kepada kementerian sosial atau kementerian agama untuk sarana ibadah,’’ tukas Selly.
Selly menambahkan, untuk memperlancar aliran bantuan dari Pusat, maka Pemkot Cirebon harus terus memperbaharui data pemetaan sosial. Hal itu juga dimaksudkan agar bantuan yang disalurkan tepat sasaran.
Selly mengakui, permasalahan di Kota Cirebon cukup kompleks. Hal itu membutuhkan penanganan bersama dengan pemda di sekitarnya, seperti misalnya Kabupaten Cirebon.
‘’Kami dari Komisi VIII tentu siap memberikan dukungan kepada Pemda Kota Cirebon, khususnya dalam mengatasi masalah sosial dan kesejahteraan masyarakat,’’ ujar Selly.