REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Adanya ayat Alquran yang dihapus memang sudah disepakati kebenarannya oleh para ulama. Namun, kelompok ulama pro nasakh (jumhur) tidak semuanya bersepakat mengenai jumlah ayat yang menasakh dan dinasakh. Meskipun mengakui keberadaan nasakh dalam Alquran, mereka berusaha mempersempit ruang dan memperkecil jumlah ayat yang dinasakh.
Dalam buku Pro Kontra Ayat Al-Qur'an Yang Dihapus, Muhammad Abdul Wahab menjelaskan, pada abad ke-8 sampai ke-11, angka ayat-ayat yang dianggap dinasakh (dihapus) meningkat secara dramatis. Az-Zuhri menyebutkan ada 42 ayat yang dinasakh. An-Nahhas menyebutkan ada 138. Sementara itu, Ibn Salamah menyebutkan ada 238 ayat yang dinasakh.
Namun, dalam perkembangannya, menurut Abdul Wahab, angka tersebut mengalami penurunan. Imam Suyuthi, misalnya, mengatakan bahwa ayat-ayat yang dinasakh berjumlah 20 ayat. Az-Zarqani menyebutkan hanya tujuh ayat yang dinasakh. Sementara itu, Musthafa Zayd menyebutkan hanya lima ayat yang dinasakh.
Begitu juga ad-Dahlawi yang mengatakan bahwa ada lima ayat yang dinasakh. Sementara itu, Sa’ad Jalal mengatakan ada empat ayat yang dinasakh. Dari sejumlah perbedaan itu, menurut Abdul Wahab, hanya dua ayat yang disepakati para ulama pro nasakh, yaitu ayat shalat malam dalam surah al-Muzzammil dan ayat munajat dalam surah al-Mujadilah.
Salah satu ustaz di Rumah Fiqih Indonesia ini menjelaskan, dalam konteks ini setidaknya ada dua hal mengapa para ulama berselisih dalam penghitungan jumlah ayat yang nasikh dan mansukh. Pertama, doktrin nasakh baru muncul setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Dalam perkembangannya, ulama tafsir dan ulama fikih tidak mampu mendamaikan ayat-ayat yang tampak bertentangan sehingga merasa perlu untuk merumuskan teori nasakh. Kedua, perluasan cakupan makna semantik nasakh dari cakupan makna yang sebelumnya tidak dikandungnya.