Selasa 10 Mar 2020 16:16 WIB

Menyoal Transparansi Pelacakan Kasus Corona

Pemerintah sengaja memilih membatasi informasi pelacakan kasus corona.

Ilustrasi virus corona. Pemerintah memilih membatasi informasi terkait pasien corona dan pelacakan kasus pasien tersebut.
Foto: CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona. Pemerintah memilih membatasi informasi terkait pasien corona dan pelacakan kasus pasien tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri.

JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mengakui tidak bisa membuka seluruh informasi tentang potensi penularan virus korona (Covid-19). Terutama informasi alur kontak dari seluruh pasien yang sudah dinyatakan positif mengidap penyakit itu.

Baca Juga

Sebagai pembanding, pemerintah Singapura melalui situs resminya menampilkan perkembangan terkini penularan Covid-19. Dalam situs terangkum  secara rinci alur penularan dan menyebutkan lokasi terjadinya kontak dengan pasien positif.

Juru Bicara Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengungkapkan pemerintah Indonesia belum bisa mengadopsi penyampaian informasi yang dilakukan Singapura. Sampai saat ini, pemerintah memilih membatasi informasi mengenai pelacakan pihak-pihak yang sempat melakukan kontak dengan pasien positif, termasuk lokasi-lokasi yang diduga menjadi lokasi penularan.

"Kontak tracing maaf belum bisa dibuka seperti di Singapura, karena tracing kita ternyata tidak berkutat di wilayah kecil. Tracing yang kita kejar sudah berada di luar Jawa, mobilitas tinggi. Maaf tidak bisa dibuka karena responsnya akan macam-macam, dengan belum samanya pemahaman di antara kita," jelas Yuri di Kantor Presiden, Selasa (11/3).

Yuri menyampaikan, pemerintah pusat melibatkan petugas Dinas Kesehatan di daerah untuk melakukan tracing atau pelacakan kontak. Hingga saat ini, Yuri mengakui bahwa pihak-pihak yang sempat melakukan kontak dengan pasien positif tersebar hingga luar Pulau Jawa.

Namun ia memastikan bahwa saat pelacakan dilakukan, petugas terbuka untuk berdiskusi dengan pihak-pihak yang disebut sempat kontak dengan pasien corona itu.

"Bukan berarti tracing itu diam-diam. Sekitarnya pasti diajak bicara," kata Yuri.

Yuri menyebutkan, pembatasan informasi tentang lokasi penularan corona juga dilakukan untuk menghindari pro kontra di tengah masyarakat. Ia berkaca pada proses observasi yang dilakukan terhadap WNI asal Wuhan di Pulau Natuna. Saat itu, masyarakat setempat menolak daerahnya dilakukan tempat observasi terkait Covid-19.

Tak hanya membatasi informasi tentang alur penularan dan lokasinya, pemerintah Indonesia juga memilih tidak menyebutkan negara asal dua WNA yang terjangkit Covid-19. Dalam konferensi pers pada Senin (10/3), disebutkan ada dua WNA yang disebut sebagai kasus 10 dan kasus 11 dinyatakan positif Covid-19. Keduanya disebut pernah melakukan kontak dengan kasus 01.

"Permintaan kedutaan tidak diumumkan negaranya mana, karena kami sempat diprotes oleh salah satu kedutaan karena muncul diskriminasi masyarakat terhadap warga negara itu. Mereka diteriaki sebagai pembawa Covid," ujar Yuri.

Pemerintah agaknya tidak menginginkan kasus terbukanya data pasien 01 dan 02 ke publik terulang di pasien positif lainnya. Yuri menyebut pasien kasus 01 dan kasus 02 depresi karena identitas mereka yang telah tersebar di masyarakat.

"Mereka agak depresi akibat pernah mengalami hukuman sosial akibat identitas terungkap. Sekarang mereka agak tertekan dengan itu," ujar Yuri, Senin (9/3).

Untuk memberikan pendampingan perawatan terhadap kedua pasien tersebut, pemerintah juga mengirimkan psikiater. Lebih lanjut, Yurianto mengatakan, pasien kasus 03 dan kasus 04 yang juga merupakan kluster Jakarta pun kemudian menekankan agar pemerintah merahasiakan identitas mereka.

"Ada keluhan dan permintaan kemudian kita harus berkali-kali menyatakan bahwa kami memberikan garansi bahwa tidak akan mengumumkan namanya. Karena mereka takut seperti yang terjadi 01 dan 02," jelas dia.

Dari kasus positif corona yang sudah disampaikan pemerintah, publik hanya mengetahui seputar kasus 01 dan 02. Yakni, mereka tinggal di Depok, diduga tertular dari WN Jepang saat di kawasan Kemang, Jaksel, dan keduanya pernah dirawat di RS Mitra Keluarga Depok.

Selain informasi tersebut, tidak ada yang disampaikan ke publik terkait pasien ketiga dan sampai kini ke-19. Pemerintah hanya menyampaikan dugaan terpapar dari pasien positif atau kasus impor.

Kemarin, Yurianto mengumumkan bertambahnya 13 kasus positif virus corona di Indonesia, sehingga jumlah total kasus menjadi 19 orang. Diketahui, sembilan dari 13 kasus baru corona yang diumumkan hari ini masuk ke dalam kelompok kasus impor.

Yurianto memerinci ke-13 kasus baru corona yang disebut sebagai kasus 07 sampai ke-19. Berdasarkan keterangan Yurianto, dapat dikelompokkan, kasus 07, 08, 09, 14, 15, 16, 17, 18, 19 adalah kasus impor (khusus kasus 08 dan 16 akibat tertular dari kasus 07 dan 15) atau kasus yang ditemukan dari WNI atau WNA yang pulang dari luar negeri. Sementara, kasus 10, 11, 12, 13 merupakan hasil penelusuran dari kasus 01.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement