REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil menyatakan masih menunggu arahan Pemerintah Pusat terkait putusan Mahkamah Agung yang telah membatalkan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 tentang Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan.
"Kami menunggu arahan Pemerintah Pusat, bentuknya apakah nanti bulan-bulan berikutnya enggak perlu bayar. Kalau dibalikin lagi saya kira prosesnya terlalu rumit," kata Gubernur Ridwan Kamil seusai Peresmian Jabar Command Center dan Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 Jawa Barat di Gedung Sate Bandung, Selasa (10/3).
Orang nomor satu di Provinsi Jabar mengatakan pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan terkait keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 yang berisi mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Tapi poinnya, kita akan memonitor karena tiga bulan kan keburu bayar warga ini. Sehingga banyak pertanyaan banyak ke saya, kalau keburu bayar ini nanti bagaimana," kata dia.
Sebelumnya, MA mengabulkan sebagian permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Dikutip dari laman MA di Jakarta, Senin (9/3), uji materi yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir diputus Hakim Agung Yosran, Yodi Martono Wahyunadi dan Supandi.
Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal tersebut mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi sebesar Rp 42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III, Rp 110 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas II dan Rp 160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I. Besaran iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2020.