Selasa 10 Mar 2020 17:21 WIB

Peserta Aksi Reformasi Dikorupsi Mengadu ke Komnas HAM

Dua peserta aksi #reformasidikorupsi yang alami kekerasan ikut mengadu ke Komnas HAM.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Andri Saubani
Petugas membersihkan puing-puing pasca aksi 24 september 2019 di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9).(ilustrasi)
Foto: Republika
Petugas membersihkan puing-puing pasca aksi 24 september 2019 di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9).(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi untuk Demokrasi mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melaporkan dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa demonstrasi yang terjadi pada September 2019 lalu. Dua peserta aksi reformasi dikorupsi yang mengalami kekerasan turut serta dalam audiensi tersebut.

"Adapun yang kami laporkan mulai dari proses penangkapan hingga dugaan penyiksaan yang dilakukan ketika mereka sudah ditangkap," ujar perwakilan Tim Advokasi dari Imparsial, Hussein Ahmad di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (10/3).

Baca Juga

Ia menuturkan, aksi yang diinisiasi mahasiswa itu terjadi di berbagai daerah dan berlangsung siang hari pada 24-30 September 2019 yang menggaungkan "Reformasi Dikorupsi" sebagai bentuk protes kepada DPR atas Revisi Undang-Undang KPK dan Revisi KUHP. Akan tetapi, kata dia, polisi diduga menangkap peserta aksi pada malam hari ketika mereka tengah beristirahat dan berlindung dari gas air mata. Para peserta aksi juga mengaku mendapatkan kekerasan dari aparat penegak hukum.

"Jadi kami juga menyimpulkan, bahwa yang terjadi saat itu bukanlah penangkapan, melainkan perburuan terhadap mahasiswa dan masyarakat yang secara damai melakukan aksi pada tanggal 24-30 September," kata Hussein.

Selain itu, perwakilan Tim Advokasi dari LBH Jakarta Sustira Dirga menuturkan, setidaknya ada tiga HAM yang dilanggar. Di antaranya jaminan dan perlindungan hukum/kesamaan dimuka hukum, hak bebas dari penyiksaan tindakan tidak manusiawi/merendahkan martabat, dan hak untuk tidak ditahan ditangkap secara sewenang-wenang.

Menurut Sustira, alasan aduan peserta aksi ini dilayangkan setelah hampir enam bulan peristiwa itu berlalu karena menunggu masa pemulihan korban/saksi akibat kekerasan yang dialaminya. Tim Advokasi mencatat telah menerima 390 aduan dugaan pelanggaran HAM baik dari peserta aksi maupun kerabat peserta aksi, tetapi hanya 10-15 orang yang bersedia dimintai keterangan.

"Beberapa semua itu yang 390 sudah kami telepon dan sampai detik ini yang sudah siap ada sekitar 10-15 yang mana kami masih berusaha," tutur dia.

Ia mengatakan, Tim Advokasi menyerahkan bukti-bukti pelanggaran HAM seperti surat keterangan dari rumah sakit, foto, dan cerita kronologi dari masing-masing korban. Tim juga masih berusaha mengumpulkan visum et repertum maupun visum et repertum psikiatrikum sebagai bukti untuk melaporkan dugaan tindak pidana ke kepolisian selain aduan ke Komnas HAM.

"Dari cerita korban, dua orang yang tadi itu sudah sempat ditangkap pihak kepolisian secara sewenang-wenang, mengalami kekerasan jarinya patah dan bocor kepalanya sekitar ada tujuh jahitan. Yang satu lagi juga sama kepalanya bocor juga padahal yang satu lagi bergerak sebagai tim medis," jelas dia.

Ia menerangkan, kedua korban yang ikut ke Komnas HAM berasal dari Jakarta dan Banten ketika turut berdemonstrasi di Ibu Kota beberapa waktu lalu. "Yang satu ditangkap di lapangan hockey di sebelah JCC, satu lagi di Plaza Semanggi," imbuh Sustira.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement