REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Menteri Desa dan Pembangunan Desa Tertinggal Abdul Halim Iskandar, mendorong para kades tidak hanya menjabat selama satu periode. Menurutnya, hal ini diperlukan agar kesinambungan program pembangunan yang dilaksanakan bisa dilaksanakan.
"Idealnya, seorang pejabat kades bisa menjabat tidak hanya menjabat selama satu periode. Kalau hanya menjabat satu periode, tidak ada jaminan program yang dilaksanakan kades sebelumnya akan dilanjutkan oleh penerusnya," kata Abdul Halim Iskandar saat melakukan kunjungan kerja ke Desa Serang Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga, Selasa (10/3).
Dia menyebutkan, apa yang dia sampaikan tidak ada hubungannya dengan masalah politik atau jabatan. Tapi semata-mata berdasarkan pertimbangan kesinambungan pembangunan di desa.
"Kalau setiap periode ganti kepala desa, walaupun ada visi dan misi, pasti akan diikuti perubahan kebijakan. Artinya tidak ada jaminan kesinambungan program pembangunan," katanya.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, masa jabatan kades ditetapkan selama 6 tahun. Namun seorang kades yang habis masa jabatannya, bisa kembali mencalonkan diri untuk tiga kali masa jabatan.
Namun untuk bisa menjabat tidak hanya satu periode, Menteri Desa menegaskan, kepala desa tersebut tentu harus bisa bekerja keras dan memberikan pengabdian yang tulus bagi masyarakat. "Kalau ini bisa dilakukan, tentu tidak sulit bagi seorang kades untuk terpilih lagi dalam periode berikutnya," katanya.
Dalam kesempatan itu, Menteri Desa PDT juga mengaku sedang mendorong desa-desa di Tanah Air untuk mengembangkan program desa digital. Menurutnya, melalui program desa digital tidak hanya mempermudah pelayanan yang diberikan pemerintah desa pada warganya, melainkan juga akan mempermudah proses pertanggung-jawaban keuangan.
"Dengan mengembangkan desa digital, warga yang hendak mengurus hal apa pun yang diberikan pemerintah desa, tidak perlu lagi datang ke kantor desa. Namun dengan menggunakan aplikasi atau online," katanya.
Selain itu, kata Abdul Halim, program desa digital juga mendorong pengelolaan keuangan desa menjadi lebih transparan. Termasuk dalam hal penggunaan keuangan desa secara non tunai (cashless).
"Kalau pembelanjaan dilakukan secara cashless, jejak digital penggunaan anggaran menjadi sangat jelas. Digunakan untuk apa, berapa rupiah dan dibayarkan pada siapa, semuanya akan tercatat sehingga memudahkan pertanggung-jawaban keuangan desa," katanya.