Selasa 10 Mar 2020 19:21 WIB

DPR Minta Kemenkeu dan BPJS Kesehatan Hitung Kembali Defisit

MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Teguh Firmansyah
Pegawai melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan. ilustrasi(Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pegawai melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan. ilustrasi(Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad meminta agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghitung kembali defisit yang dialami BPJS Kesehatan. Begitu pula, lanjutnya, BPJS Kesehatan juga harus menghitung ulang defisit yang mereka alami.

"Berdasarkan yang kami telah pelajari juga banyak data-data BPJS yang harus disinkronkan. Jadi dengan data-data terbaru kami bisa tahu berapa sih masuknya dan defisitnya," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/3).

Baca Juga

Terkait putusan Mahkamah Agung (MA), pemerintah dinilai juga perlu mengkaji  terkait perlu tidaknya pengembalian iuran yang telah dibayarkan oleh peserta BPJS Kesehatan dari Januari - Maret 2020. Ia meminta Kemenkeu dan BPJS duduk bersama menyikapi putusan MA tersebut.

"Akan kami kaji ulang, akan kami minta semua pihak duduk bersama. Di tengah cobaan virus corona tentu ada skala prioritas yang akan ditentukan," ungkap politikus Partai Gerindra itu.

Dasco mengatakan DPR akan mengawasi pelaksanaan putusan tersebut. Selain itu, DPR juga mengimbau semua pihak agar menghormati dan patuh terhadap putusan MA tersebut.

Sebelumnya MA mengabulkan sebagian permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dikutip dari laman MA di Jakarta, Senin, uji materi yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir diputus hakim agung Yosran, Yodi Martono Wahyunadi dan Supandi.

Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pasal tersebut mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi sebesar Rp42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III, Rp110 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas II dan Rp 160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I. Besaran iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2020.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement