REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerima aduan dari Tim Advokasi untuk Demokrasi terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap peserta demonstrasi reformasi dikorupsi pada September 2019 lalu. Untuk menindaklanjuti laporan tersebut, Komnas HAM akan memanggil pihak kepolisian.
"Komnas akan menindaklanjuti dengan memangil pihak kepolisian dari Polda Metro untuk mendalami dan mencari jalan penanganannya," ujar Komisioner Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab saat dikonfirmasi Republika, Selasa (10/3).
Selain itu, Komnas HAM juga akan meminta keterangan pendukung lebih kuat dari para pengacara/kuasa hukum dan peserta aksi yang mengaku menerima perlakuan kasar dari aparat penegak hukum. Ketika menerima aduan pada hari ini, Tim Advikasi membawa korban yang menceritakan kejadian kekerasan beberapa waktu lalu.
"Tadi beberapa orang yang mengaku diperlakukan dengan kekerasan oleh oknum-oknum kepolisian saat ditangkap saat itu. Mereka menceritakan pengalamannya," kata dia
Namun, lanjut Amiruddin, mereka datang belum melampirkan bukti-bukti visum. Pada audiensi berikutnya, ia meminta informasi atau dokumen apapun yang bisa memperkuat keterangan korban.
Sebelumnya, Tim Advokasi untuk Demokrasi mendatangi Komnas HAM untuk melaporkan dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa demonstrasi yang terjadi pada September 2019 lalu. Dua peserta aksi reformasi dikorupsi yang mengalami kekerasan turut serta dalam audiensi tersebut.
Perwakilan Tim Advokasi dari Imparsial, Hussein Ahmad menuturkan, aksi yang diinisiasi mahasiswa itu terjadi di berbagai daerah dan berlangsung siang hari pada 24-30 September 2019. Mereka menggaungkan "Reformasi Dikorupsi" sebagai bentuk protes kepada DPR atas Revisi Undang-Undang KPK dan Rancangan Undang-Undang KUHP.
Akan tetapi, kata dia, polisi diduga menangkap peserta aksi pada malam hari ketika mereka tengah beristirahat dan berlindung dari gas air mata. Para peserta aksi juga mengaku mendapatkan kekerasan dari aparat penegak hukum.
"Jadi kami juga menyimpulkan, bahwa yang terjadi saat itu bukanlah penangkapan, melainkan perburuan terhadap mahasiswa dan masyarakat yang secara damai melakukan aksi pada tanggal 24-30 September," kata Hussein, Selasa.