REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menetapkan biaya Merchant Discount Rate (MDR) transaksi berbasis scan kode QR atau Quick Response Indonesia Standard (QRIS) sebesar 0,7 persen. Tarif tersebut dibebankan kepada penjual atau merchant pada setiap transaksi satu jaringan alat pembayaran (on-us) maupun multijaringan (off-us).
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Hamid Ponco Wibowo mengatakan tarif MDR transaksi berbasis QRIS lebih rendah ketimbang biaya transaksi MDR kartu debit dan kredit.
"Tarif MDR itu sudah kita standardisasi, porsinya kecil hanya 0,7 persen. Kalau transaksinya Rp 100 ribu, berarti (biaya MDR) untuk si merchant hanya Rp 700. Kalau konsumen tidak ada beban," saat konferensi pers Media Briefing Pekan QRIS Nasional 2020 bersama DANA di Restoran Oeang, Jakarta, Selasa (10/3).
Sementara Chief Legal and Compliance Officer DANA Dina Artarini menambahkan pengenaan biaya transaksi MDR QRIS kepada merchant mengikuti ketentuan Bank Indonesia. Hal ini sejalan dengan ketentuan bagi merchant yang berhak mendapatkan tarif MDR nol persen.
"Ada beberapa merchant yang mungkin kita kasih nol persen, tapi itu sesuai dengan ketentuan seperti misalnya sumbangan dan keagamaan. Yang lainnya sama, kita kasih tarif 0,7 persen," ucapnya.
Direktur Kantor Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta Luctor E Tapiheru menambahkan biaya transaksi MDR QRIS sebesar 0,7 persen merupakan tarif yang disepakati bersama antara bank sentral dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Tarif tersebut dikenakan untuk membiayai pemeliharaan terhadap sistem pembayaran scan kode QR.
"Tarif MDR QRIS bervariasi," ucapnya.
Selain pembayaran jenis reguler, transaksi scan kode QR akan dikenakan tarif MDR untuk bidang pendidikan sebesar 0,6 persen dan transaksi di SPBU 0,4 persen. Sedangkan pembayaran bantuan sosial dan aspek lainnya yang menyangkut kegiatan sosial, Bank Indonesia menggratiskan biaya MDR.
"MDR bisa di bawah itu (0,7 persen), misalnya PJSP memberi kemudahan dengan memperkecil beban merchant, tapi kita patok maksimalnya harus segitu agar tidak terlalu memberatkan. Bahkan di keagamaan itu nol persen," jelasnya.