REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Tim Satuan Reserse (Reskrim) Polres Tanjungjabung Barat (Tanjabbar) menangkap Bujang Marwan warga Desa Bukit Harapan, Kecamatan Merlung yang diduga telah melakukan aksi penyerangan terhadap Kepala SMA 10 Tanjabbar. Pelaku menyerang kepsek karena anaknya dilarang membawa telepon genggam ke sekolah .
Penangkapan dilakukan pada Senin di wilayah Kabupaten Batanghari pada saat pelaku Bujang Marwan bekerja mengemudikan mobil pengangkut kayu perusahaan.
"Ketika diamankan polisi juga menemukan senjata airsoft gun yang dipakai pelaku untuk melakukan penyerangan terhadap kepala sekolah tersebut," kata Kapolres Tanjab Barat, AKBP Guntur Saputro, Selasa.
Setelah mengamankan pelaku, polisi kemudian melakukan prarekonstruksi serta mendalami dugaan kepemilikan senjata airsoft gun tersebut. Guntur Saputro mengatakan pelaku ditangkap pada saat sedang mengemudi atau membawa mobil truk pengangkut kayu di kawasan Kabupaten Batanghari dan saat diamankan pelaku tidak melakukan perlawanan .
Tim pemburu diturunkan pada Selasa dini hari (9/3) sekitar pukul 01.00 WIB karena nomor ponselnya tidak aktif. Tim melakukan treking posisi pelaku yang akhirnya ditemukan.
Pelaku awalnya akan dipanggil secara bertahap namun, melihat hasil pantauan dan nomor handpone tidak aktif sehingga perlu dilakukan penangkapan segera dan ditangkap karena khawatir melarikan diri.
Kejadian penyerangan berawal saat di sekolah tersebut sedang melakukan ujian. Saat itu guru pengawas ujian menginstruksikan ketua kelas untuk mengumpulkan handphone milik siswa.
Saat ujian berlangsung, seorang siswa izin keluar ruangan untuk ke kamar mandi dan kedapatan oleh kepala sekolah menggunakan handphone di sekitar toilet.
Saat itu, kepala sekolah meminta kepada siswa itu agar orang tuanya mengambilnya ke sekolah. Pada sore harinya wali murid itu datang ke sekolah dan mencoba menyerang kepala sekolah dan terjadi perkelahian.
Pada malam harinya, pelaku mendatangi sekolah lagi mencari kepala sekolah. Namun kepala sekolah tersebut sudah disembunyikan oleh para guru. Kejadian itu pun telah dilakukan mediasi di tingkat desa dan kecamatan namun tidak ditemukan titik terang.
Merasa posisi terancam, kepala sekolah tersebut melaporkan ke jadian itu ke Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, Persatuan Guru Republik Indonesia dan Porles Tanjabbar pada Sabtu pekan lalu.