Rabu 11 Mar 2020 09:08 WIB

Legislator Ingatkan Masyarakat Waspada DBD Selain Corona

Di tingkat nasional, sejak Januari lalu sudah 100 orang meninggal karena DBD.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Gita Amanda
DPR meminta masyarakat dan pemerintah juga tanggap DBD. Foto nyamuk Aedes Aegypti penyebab DBD, (ilustrasi).
Foto: EPA/Jeffrey Arguedas
DPR meminta masyarakat dan pemerintah juga tanggap DBD. Foto nyamuk Aedes Aegypti penyebab DBD, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Melki Laka Lena mengingatkan masyarakat untuk tidak hanya terpaku pada virus Covid-19 atau corona. Ia berharap masyarakat juga mewaspadai demam berdarah dengue (DBD) yang kini juga melanda.

"Kita harus pikirkan DBD. Itu penyakit khas Indonesia. Corona itu penyakit impor. Jangan kita terpesona dengan penyakit impor, lalu melupakan penyakit dalam negeri. DBD harus kita urus," kata Melki, Selasa (10/3) lalu.

Baca Juga

Dalam kasus DBD di Indonesia ini, sebanyak 33 orang di Nusa Tenggara Timur (NTT) meninggal dunia karena penyakit tersebut. Bahkan, di tingkat nasional, sejak Januari lalu sudah 100 orang meninggal karena DBD.

Maka itu, Melki berharap seluruh jajaran pemerintah maupun masyarakat tak hanya fokus pada corona dan berpaling dari ancaman DBD. Pasalnya, demam berdarah tergolong mematikan. Kesiapsiagaan serta sikap tanggap pemerintah maupun masyarakat diperlukan. "Corona sudah ada yang urus," ujar politikus Golkar itu.

Melki mengaku sudah mengunjungi salah satu daerah terparah terjangkit DBD, yakni Nusa Tenggara Timur. Ia mengatakan, demam berdarah yang disebabkan gigitan nyamuk Aedes aegypti merupakan cerminan perilaku tak sehat di suatu daerah.

Karena itu, sikap tanggap dari pemerintah daerah untuk menekankan kebersihan bagi warganya mutlak diperlukan. Terlebih, Indonesia tengah melewati musim hujan.

"Kalau antisipatif ya di seluruh negeri kan hujan, tapi sejumlah daerah bisa meng-handle, mendorong warganya melakukan gotong royong bersih-bersih, berarti dia berhasil menangkal DBD. Ini mencerminkan kehidupan warganya," ujar Melki.

Kementerian Kesehatan mencatat sudah ada 14.716 kasus dengan 94 korban jiwa sejak 1 Januari hingga 5 Maret 2020. Angka itu melonjak saat ini menjadi 16.099 orang terjangkit dan 100 orang meninggal dunia.

Kematian paling banyak terjadi di Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, dan Jawa Timur sehingga menjadi zona merah. Selain itu, Lampung, Jawa tengah, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara juga mengalami hal serupa. Kemudian, zona kuning meliputi Sumatra Utara, Riau, Sumatra Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement