REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Peringatan sembilan tahun bencana alam dan nuklir di Jepang dibatalkan. Pembatalan ini dilakukan untuk menahan penyebaran virus corona.
Peringatan itu merujuk pada kejadian pada 11 Maret 2011 yang terjadi peristiwa gempa bumi dan tsunami memicu kecelakaan nuklir terburuk di pabrik Tokyo Electric Power Co Fukushima Daiichi. Peristiwa yang terjadi di 220 kilometer timur laut Tokyo ini menjadi ledakan nuklir terbesar sejak Chernobyl di Uni Soviet pada 1986.
Insiden itu memaksa ratusan ribu orang mengungsi.
Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga memuji pemulihan yang dilakukan. Tapi ia juga mengakui masih ada tantangan untuk menyediakan bantuan psikologis dan bantuan lainnya bagi para pengungsi.
Perdana Menteri Shinzo Abe akan mengadakan upacara peringatan kecil pada Rabu sore. Akan ada upacara mengheningkan cipta untuk memperingati bencana tersebut.
"Saya pikir ada cara lain untuk menggelar peringatan. Saya pikir masyarakat masih terluka," kata seorang warga Tokyo, Natsumi Hoshi, Rabu (11/3).
Hoshi salah satu orang dari sekelompok yang berkumpul di taman kota. Di sana mereka meletakan rangkaian bunga untuk mengenang bencana Fukushima.
Walaupun banyak tanda-tanda pemulihan tapi beberapa warga masih tidak dapat tinggal di dekat pabrik Fukushima. Tingkat radiasi di daerah itu masih tinggi meskipun sudah ada berbagai langkah untuk menghilangkan kontaminasi.
"Saya pikir kenangan (atas bencana itu) sudah menyusut," kata salah satu warga lainnya yang berkumpul di taman kota Tokyo, Masahiko Sano.
Karena wabah virus corona, pemerintah Jepang membatalkan upacara peringatan yang dijadwalkan pada Rabu ini. Demi menahan penyebaran virus yang kini dikenal dengan Covid-19 Negeri Sakura juga telah menutup sekolah, taman bermain, dan kebun binatang.
Jepang melaporkan 1.300 kasus corona, termasuk 700 kasus dari kapal pesiar Diamond Princess yang dikarantina dekat Tokyo bulan lalu. Covid-19 sudah menginfeksi lebih dari 111 ribu orang dan menewaskan empat ribu jiwa di seluruh dunia.