Kamis 12 Mar 2020 03:35 WIB

Bansos Pangan Jabar Naik Jadi Rp 200 Ribu Dongkrak Daya Beli

Kenaikan bansos di Jabar berlaku mulai Maret hingga Agustus 2020.

Rep: Arie Lukihardianti / Red: Nur Aini
Warga Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menunjukkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), ilustrasi
Foto: Antara/Rahmad
Warga Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menunjukkan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah pusat menambah nilai bantuan sosial pangan dari Rp 150.000 menjadi Rp 200.000 dalam Program Sembako, program bantuan sosial pangan yang merupakan pengembangan dari Bantuan Pangan Nontunai (BNPT). Menurut Kepala Dinas Sosial Jabar Dodo Suhendar, kenaikan besaran bantuan sosial itu diberlakukan mulai Maret hingga Agustus 2020.

"Kenaikan nilai bantuan sosial tersebut dilakukan untuk mengungkit daya beli masyarakat miskin yang melambat akibat adanya isu Covid-19 di awal tahun ini," ujar Dodo pada acara Rapat Koordinasi Daerah Program Sembako Provinsi dan Kabupaten Kota se Jawa Barat Tahun 2020, di Ibis Style, Jalan Braga, Kota Bandung, Rabu (11/3). 

 

Dodo mengatakan, sebanyak 2.637.975 keluarga penerima manfaat (KPM) di Jawa Barat dapat memanfaatkan bantuan tersebut sejak 10 Maret lalu hingga Agustus di 7.193 e-Warong (elektronik warung gotong royong). Selanjutnya, September mendatang nilai bantuan kembali ke awal Rp 150.000.

 

"Langkah ini merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat yang mulai melambat. Mau tidak mau Jabar kena imbas masuknya Covid-19," katanya.

 

Menurutnya, langkah yang harus dilakukan dan dikaji untuk kembali keseimbangan terutama ekonomi makro salah satunya dengan bansos ini. Dengan kenaikan jumlah bantuan sosial tersebut, masyarakat tetap harus menggunakannya untuk membeli beras, telur dan tambahan protein nabati maupun hewani beserta sayuran. Jumlahnya, bisa lebih banyak ketimbang dua bulan sebelumnya. 

 

Dengan naiknya Rp 50.000 nilai bantuan sosial, kata dia, Dinsos Jabar sudah menginfokan pada e-Warong agar menambah suplai kebutuhan pokok mereka karena KPM akan lebih banyak membeli bahan pangan. "Misalnya, beli beras asalnya 10 kg, dengan tambahan bantuan tersebut bisa lebih dari 10 kg,"katanya.

 

Namun memang, kata dia, tambahan tersebut hanya berlaku selama enam bulan. Waktu enam bulan tersebut merupakan waktu minimal yang telah dikaji pemerintah untuk menguatkan daya beli masyarakat.

 

Sementara terkait serapan bantuan sosial pangan tersebut, kata dia, pada dua bulan pertama serapan bantuan sosial pangan mencapai 88,9 persen. Jumlah serapan tersebut lebih besar dibandingkan 2019.

 

Pada 2019, kata dia, terdapat 2.496.981 KPM. Dari kuota KPM yang disalurkan ke wilayah provinsi Jabar maka total penyerapan/pembelanjaan KPM pada 2019 adalah Rp 2.666.824.600.000 atau 80,93 persen KPM yang bertransaksi dibandingkan dengan total kuota KPM.

 

Menurut Dodo, presentasi pencairan terhadap kuota bantuan sosial pangan non tunai tertinggi dicapai oleh Ciamis (96,27 persen) kemudian Cianjur (95,11 persen), Banjar (95,04 persen) dan Kuningan (94,03 persen) serta Kota Tasikmalaya (93,90 persen).

 

Sementara, menurut Kepala Bidang Penanganan Fakir Miskin Dinas Sosial Jawa Barat, Marwini, pihaknya sudah menjalankan arahan sekda dan gubernur untuk pencairan Bansos.

 

"Alhamdulillah sesuai dengan harapan dan KPM sudah membelanjakannya. Serapan KPM 88,9 persen pada Januari Februari, Maret diharap lebih baik," katanya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement