Rabu 11 Mar 2020 16:45 WIB

Katib Aam PBNU: Jangan Jadikan NU Batu Loncatan Politik

NU saat ini kerap digunakan sebagai simbol menggalang dukungan politik.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf saat melncurkan buku perjuangan besar nadhlatul ulama di Jakarta, Rabu (11/3).
Foto: Rizkyan adiyudha/ Republika
Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf saat melncurkan buku perjuangan besar nadhlatul ulama di Jakarta, Rabu (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Katib Aam Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengimbau, agar warga NU tidak menjadikan organisasi sebagai batu loncatan untuk mendapatkan posisi politik. Dia mengungkapkan, NU saat ini kerap digunakan sebagai simbol-simbol untuk menggalang dukungan politik.

"Saya melihat itu sudah mulai orang berebut jadi pengurus NU, ketua NU tujuannya adalah batu loncatan politik," kata Yahya Cholil Staquf si Jakarta, Rabu (11/3) saat meluncurkan buku berjudul Perjuangan Besar Nadhlatul Ulama

Dia mengimbau, agar semua orang menghindari perbuatan tersebut. Secara pribadi, dia khawatir sikap tersebut akan memberikan dampak buruk bagi organisasi di semua level.

Menurutnya, hal tersebut berpotensi membuat forum musyawarah yang digelar menjadi ajang kompetisi politik dari berbagai macam kekuatan. "Itu logisnya akan seperti itu nanti dari bawah sampai ke pusat, itu yang menjadi kekhawatiran saya sekarang," kata Yahya lagi.

Dia mengatakan, kekhawatiran itu bertambah mengingat dari tiga percobaan pencalonan presiden dan wakil presiden, dua di antaranya berhasil dan satu sisanya gagal. Dia melanjutkan, bukan tidak mungkin ada potensi akan ada yang memainkan hal tersebut untuk mendapatkan tujuan tertentu.

Dia lantas mengimbau, agar NU mengubah konstruksi agar lebih fungsional ke masyarakat. Menurutnya, hal itu juga akan membuat gestur positioning NU akan lebih inklusif dan tidak bertubrukan dengna kelompok manapun. Sebaliknya, dia mengatakan, NU akan dianggap membangun satu arena dimana semua orang bisa setuju di dalam pergulatan itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement