REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono memprediksi merebaknya wabah corona akan menggangu perdagangan komoditas nikel dan batu bara. Ia mengungkapkan meskipun saat ini ada kecenderungan kenaikan harga tapi itu diprediksi tidak akan berlangsung lama.
Justru ia khawatir jika wabah ini berlangsung lama maka dampak jangka panjang akan langsung berimbas pada harga dua komodi itu yang akan terus anjlok.
"Yang bisa paling berdampak ya batu bara dan nikel. Harga-harga untuk kontrak short term memang naik tapi kalau long term ini lama-lama akan jatuh. Ini kan udah berlangsung 6 bulan,kalau setahunan bisa habis kita," kata Bambang di Kementerian ESDM, Rabu (11/3).
Dua komoditas itu memang selama ini menjadi andalan karena produksinya salah satu yang terbesar di dunia. Pangsa pasar terbesar batu bara Indonesia ke luar negeri adalah China. Tahun 2020 saja setidaknya batu bara Indonesia akan berkontribusi 40 persen dari seluruh impor batu bara China.
Begitu juga sengan nikel sebelum ada larangan ekspor nikel ore kadar rendah dari pemerintah.
Pada bulan Maret harga batu bara acuan atau HBA sebesar 67,08 dolar AS per ton, naik dari HBA Februari sebesar 66,89 dolar AS per ton.
Sementara untuk nikel penurunan harga sudah mulai terjadi sejak bulan lalu. Di bulan Maret ini harga nikel 12.994,57 dolar AS per dry metric ton (dmt). Turun dari posisi Februari 14.029,72 dolar AS per dmt dari yang juga turun dari posisi Januari 16.107,27 dolar AS per dmt.
Untuk nikel saat ini pemerintah memang hanya mengizinkan ekspor nikel berkadar tinggi atau produk turunannya. Bambang menuturkan wabah corona memang belum menunjukkan adanya gangguan ekspor nikel kadar tinggi atau produk turunannya, tapi jika wabah berlangsung lama maka gangguan jelas bisa terjadi.
”Belum (gangguan), kalau long term bisa jadi karena pabrik berhenti, tapi katanya China mulai bergerak sekarang moga-moga nggak jadi long term," kata Bambang.