Kamis 12 Mar 2020 05:36 WIB

Cara Seorang Muslim Menyikapi Kemenangan

Kemenangan adalah keterbukaan segala kebaikan

Ada banyak cara dilakukan dalam menyikapi kemenangan. Mo Salah sujud syukur merayakan golnya pada laga antara Liverpool melawan Watford di Anfiled Stadium, Liverpool, Sabtu (14/12).(Rui Vieira/AP Photo)
Foto: Rui Vieira/AP Photo
Ada banyak cara dilakukan dalam menyikapi kemenangan. Mo Salah sujud syukur merayakan golnya pada laga antara Liverpool melawan Watford di Anfiled Stadium, Liverpool, Sabtu (14/12).(Rui Vieira/AP Photo)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh H Karman 

Kemenangan dalam Alquran sering disebut al-fath. Al-fath berasal dari kata fataha yang berarti membuka. Jadi, al-fath berarti keterbukaan.

Kemenangan adalah keterbukaan segala kebaikan. Pemenang adalah orang yang oleh Allah SWT dibukakan pintu-pintu kebaikan baginya, baik berupa harta banyak, kedudukan tinggi, kesehatan paripurna, kesempatan yang luas, pengikut yang banyak, maupun anak, suami, dan  istri yang saleh dan salehah.

Ada banyak cara dilakukan dalam menyikapi kemenangan. Ada yang dengan pesta, hajatan,atau traktir kawan. Namun, lazimnya orang beriman  menyikapinya dengan mengucapkan hamdalah (alhamdulillahi robbil alamin) sebagai bagian dari rasa syukur. Dan itu sangat dianjurkan oleh Alquran sebagai bagian dari tahadduts bi nikmah (menceritakan nikmat), sebagaimana firman-Nya, "Adapun dengan nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau menceritakannya" (QS adh-Dhuha [93]: 11).

Ada hal yang sering luput dari perhatian yaitu perasaan yang sering menyertai kemenangan, perasaan halus yang menyusup ke dalam sela-sela rasa kemenangan. Mereka adalah sifat ujub, riya dan takabbur. Ujub adalah perasaan terpesona dengan kehebatan diri sendiri. Kemenangan dianggapnya hasil ilmu dan usahanya sendiri tanpa keterlibatan Allah Swt seperti yang terjadi pada Qarun. Ketika dianugrahi harta banyak, ia berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku" (QS al-Qashshash [28]: 78).

Riya adalah perasaan ingin dilihat, disanjung, atau dipuji karena merasa kemenangan yang diperoleh hasil dirinya sendiri. Sedangkan takabbur sikap menolak keterlibatan Allah dalam kemenangan dan merendahkan orang lain karena kemenangan.

Tiga sifat tersebut kalau tidak diwaspadai keberadannya  akan merusak sikap syukur. Oleh karena itu, menurut Alquran, ketika kita mendapat kemenangan tidak cukup mengucapkan hamdalah, tapi juga harus disertai tasbih dan istghfar. "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat’” (QS  an-Nashr [110]: 1-3).

Tasbih merupakan upaya mensucikan Allah dari anggapan tidak terlibat dengan kemenangan. Allah Maha Meliputi segala sesuatu sehingga mustahil tidak terlibat dalam kemenangan kita.  Sedangkan iistighfar memohon pengampunan dari dosa ujub, riya dan takabbur yang menyusup pada perasaan kemenangan.

Jadi, jika kita dianugerahi Allah kekayaaan banyak, kedudukan tinggi, kesehatan paripurna, kesempatan yang luas, pengikut yang banyak,  anak, suami, dan  istri yang saleh dan salehah, tidak cukup hanya disikapi dengan mengucapkan hamdalah (memuji Allah),  tapi mesti disertai juga dengan tasbih (mensucikan Allah) dan istighfar (meminta ampun kepadaNya). "Subhaanakallahumma wa bihamdika allahummagh firli" (Maha Suci Engkau Ya, Allah. Dengan memuji Engkau, Ya, Allah ampuni aku). Wallahu a’lam. 

 

 

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement