REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO Olimpiade 2020 Yoshiro Mori membantah pernyataan anggota Dewan Eksekutif Tokyo 2020 yang menyebut opsi penundaan pesta olahraga tersebut selama satu atau dua tahun karena wabah global virus corona.
"Tentu saja kami memperhatikan hal itu (wabah virus corona). Saya tidak menyatakan Olimpiade ditunda. Saya kira tetap akan terlaksana," kata Mori seperti dikutip AFP, Rabu (11/3).
Rencana itu, menurut Mori, tidak pernah menjadi pertimbangan panitia karena apabila itu terjadi justru akan mengacaukan kalender olahraga internasional. Ia bersikeras bahwa pernyataan anggota dewan eksekutif, Haruyuki Takahashi, soal penundaan mustahil dilakukan.
"Ini merupakan sesuatu yang tidak dapat Anda tunda satu atau dua tahun. Jujur saja, pernyataan dia (Takahashi) telah keluar jalur," ujar Mori.
"Kami meminta klarifikasi dari Takahashi. Dia mengatakan tidak sengaja telah memberikan opininya terhadap pertanyaan yang masih merupakan hipotesis," katanya.
Menteri Olimpiade Jepang Seiko Hashimoto menambahkan bahwa penyelenggara sama sekali tidak berencana menunda pesta olahraga terakbar itu. Pasalnya, hal itu akan mengecewakan para atlet yang telah berjuang mempersiapkan segalanya demi tampil di Tokyo.
"Apabila dilihat dari kacamata atlet yang merupakan pemeran utama di Olimpiade, mereka telah mempersiapkan semuanya. Penundaan atau pembatalan sungguh tidak dapat dibayangkan," kata Hashimoto kepada anggota Komite Parlemen.
Ia menekankan bahwa keputusan final soal penyelenggaraan Olimpiade tetap berada di tangan Komite Olimpiade Internasional (IOC).
"Kami pikir pemerintah perlu memberikan informasi yang benar sehingga IOC bisa membuat keputusan yang tepat."
Takahashi sebelumnya mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa penundaan selama satu atau dua tahun merupakan opsi yang realistis seandainya Olimpiade Tokyo tak bisa digelar pada 24 Juli karena kekhawatiran wabah virus corona.
Perdebatan dan spekulasi penyelenggaraan Olimpiade 2020 terus berseliweran sejak wabah virus corona yang pertama kali muncul di Wuhan, China, itu mulai menyebar ke berbagai negara dan menewaskan banyak korban, termasuk di Jepang.
Di Jepang, Covid-19 telah menginfeksi hampir 1.300 orang, termasuk 750 orang yang dikarantina di kapal pesiar Diamond Princess. Sementara itu, 16 kasus di antaranya berakhir dengan kematian.