REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo kembali melayangkan kritik tajam kepada China terkait perlakuannya terhadap Muslim Uighur. Dia menyebut isu tersebut sebagai noda abad ini.
“China memenjarakan minoritas agama di kamp-kamp interniran, bagian dari antipati bersejarahnya bagi penganut agama,” kata Pompeo kepada awak media pada Rabu (11/3), dikutip laman Anadolu Agency.
Pompeo turut mengkritik cara China menutup-nutupi tindakannya terhadap Muslim Uighur. “Mereka berusaha menyembunyikan apa yang dilakukannya dengan mengintimidasi wartawan. Warga China yang menginginkan masa depan yang lebih baik menghadapi kekerasan,” ujarnya.
Departemen Luar Negeri AS telah menerbitkan laporan tahunannya dalam bidang hak asasi manusia (HAM). Di dalamnya, turut tercantum permasalahan Muslim Uighur.
Laporan Departemen Luar Negeri AS mengatakan pejabat China telah terlibat dalam apa yang disebut “home stays”. Mereka memantau keluarga Muslim Uighur dengan tujuan menemukan tanda-tanda ekstremisme, termasuk beribadah dan kepemilikan teks-teks agama. Otoritas China tak segan menjebloskan warga Uighur ke kamp interniran jika mereka dianggap ekstrem.
Tak hanya itu, diaspora Uighur di luar negeri turut menghadapi ancaman jika mereka berani buka suara dan menentang kebijakan China. “Banyak etnis Uighur dan Kazakh yang tinggal di luar negeri diintimidasi agar diam oleh pejabat pemerintah yang mengancam anggota keluarga mereka yang masih tinggal di China. Ancaman kadang-kadang disampaikan di China kepada kerabat, dan kadang-kadang disampaikan oleh pejabat pemerintah China di negara asing,” kata laporan HAM Departemen Luar Negeri AS.
Uighur adalah salah satu isu yang menjadi sorotan dunia. Pemerintah China dituding membangun kamp-kamp interniran dan menahan lebih dari 1 juta Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang. Beijing telah secara konsisten membantah tuduhan tersebut.