REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyikapai pemberitaan dan informasi yang beredar di masyarakat tentang potensi penularan COVID-19 dari hewan ke manusia, Kementan melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada bukti kuat yang menunjukan bahwa hewan, khususnya hewan kesayangan sebagai sumber penularan COVID-19.
"Sudah ditegaskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), bahwa penyebaran COVID-19 terjadi dari manusia ke manusia dan belum ada bukti yang kuat bahwa hewan dapat menyebarkan penyakit ini," jelas I Ketut Diarmita, Dirjen PKH Kementan, Kamis (12/3).
Oleh karena itu, Ketut Diarmita berpesan agar masyarakat tidak khawatir untuk memelihara hewan kesayangan seperti kucing dan anjing, dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kesejahteraan hewan, seperti membuang atau menerlantarkan hewan kesayangannya.
Ketut juga meminta agar masyarakat terus menjaga kesehatan hewan miliknya dengan memastikan penyediaan pakan dan minum yang sehat serta mencukupi, termasuk memastikan kesehatannya dengan berkonsultasi ke petugas kesehatan hewan.
"Saat menangani hewan, pastikan mencuci tangan dengan air menggunakan sabun sebelum dan setelah kontak dengan hewan," pesannya.
Hal tersebut penting menurutnya, sebagai bagian dari penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Pernyataan Ketut tersebut diamini oleh Tri Sayta Putri Naipospos, Ketua Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner, dan Karantina Hewan. Menurutnya berdasarkan laporan dari otoritas pemerintah yang membidangi kesehatan hewan di Hongkong, telah ditemukan kasus positif lemah pada anjing milik pasien positif COVID-19, dan anjing tersebut tidak menunjukan gejala sakit. Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa sampai saat ini tidak ada bukti penularan COVID-19 dari hewan ke manusia.
"Penularan COVID-19 saat ini terjadi dari manusia ke manusia, fakta awal yang menunjukkan keterkaitan dengan satwa liar, dalam hal ini kelelawar masih dalam penelitian lebih lanjut," tegasnya.
Informasi yang sama juga disampaikan oleh NLP Indi Dharmayanti, Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLitvet), Kementan yang menyampaikan juga bahwa masih perlu waktu untuk memastikan apakah virus penyebab COVID-19 (SARS CoV2) berasal dari hewan dan kemudian menulari manusia (bersifat zoonosis).
Ia membeberkan bahwa BBLitvet telah bekerjasama dengan Ditjen PKH dan dinas yang membidangi fungsi kesehatan hewan Depok dalam memeriksa 13 sampel dari 2 anjing dan 1 kelinci milik pasien positif COVID-19 di Depok, dan hasilnya menunjukkan hasil negatif pada bebeberapa kali pemeriksaan.
"Dari beberapa publikasi, memang terdapat data yang menunjukan bahwa virus penyebab COVID-19 mempunyai kedekatan genetik dengan virus yang terdapat pada kelelawar. Namun masih perlu studi lebih lanjut untuk memastikan perannya dalam penularan," tambahnya.
Ia menegaskan sekali lagi bahwa penularan antar manusia merupakan rute utama penyebaran, namun penelitian di hulu (pada hewan) terkait potensi zoonosis tetap perlu dilakukan sebagai langkah kesiapsiagaan untuk masa yang akan datang.
Mengakhiri pernyataannya, Dirjen PKH menegaskan bahwa situasi COVID-19 berkembang dengan cepat dan infomasi terus bertambah berdasarkan hasil kajian yang dilakukan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sebagai bentuk kewaspadaan, tambahnya, Kementan bersama Kemenkes dan KLHK dengan dukungan FAO telah melakukan surveilans triangulasi untuk memonitor peredaran berbagai virus terutama di hewan domestik dan satwa liar, serta kaitannya dengan manusia.
"Apabila ada data/informasi terbaru terkait COVID-19 dari aspek kesehatan hewan, kita akan segera sampaikan ke masyarakat," pungkasnya.