REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah memperbaiki koordinasi dan birokrasi administrasi izin impor pangan yang dibutuhkan di dalam negeri. Kadin Indonesia menilai, koordinasi pemerintah khususnya antarkementerian cukup lambat dan mempersulit stabilisasi harga pangan yang butuh tambahan impor.
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, sebagai wadah pelaku usaha, pihaknya menyoroti birokrasi tiga kementerian. Ketiganya, yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.
"Mohon maaf ini koordinasi belum baik dan optimal sehingga izin-izin impor agak terlambat. Akhirnya eksekusinya lambat," kata Rosan dalam konferensi pers di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Kamis (12/3).
Rosan menegaskan, adanya masalah-masalah keterlambatan impor pangan pokok yang masuk selalu terulang. Seharusnya, pemerintah bisa memahami dengan baik soal periodisasi impor pangan agar tidak mengganggu keseimbangan pasar dalam negeri.
Bahan pangan, kata dia, sangat sensitif terhadap berbagai isu. Oleh sebab itu, perlu keseriusan dan kehati-hatian pemerintah dalam hal administrasi maupun perizinan.
"Impor harus disesuaikan waktunya. Saat panen jangan impor karena harga bisa anjlok, petani rugi. Tapi ketika barang tidak ada, impor tidak datang-datang, ya jelas mahal harganya. Ini soal logika saja," kata dia.
Rosan mencontohkan, komoditas yang kerap bermasalah seperti bawang putih yang hingga saat ini masih dihargai di atas harga rata-rata. Pemerintah, kata dia, sudah mengetahui detail kebutuhan bawang putih sekitar 500 ribu ton per tahun. Dengan data tren yang sudah dimiliki, seharusnya menjadi acuan pemerintah dalam membuat kebijakan yang tepat pada waktunya.
Gejolak harga yang terjadi sebelumnya perlu menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk memperbaiki koordinasi dan menyederhanakan perizinan. "Kalau administrasi baik, koordinasi baik, mestinya ini semua tidak jadi masalah," ujarnya.