Kamis 12 Mar 2020 14:23 WIB

Harga Gula Naik, Pemerintah Mesti Gunakan Penindakan

Bisa jadi, kondisi kepanikan pasar memang sengaja diciptakan pihak-pihak tertentu.

Rep: S Bowo Pribadi / Red: Agus Yulianto
Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Marwan Jafar saat menggelar reses bersama komunitas petani garam, yang ada di wilayah Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Senin (9/3).(Dok Istimewa )
Foto: Dok Istimewa
Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Marwan Jafar saat menggelar reses bersama komunitas petani garam, yang ada di wilayah Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Senin (9/3).(Dok Istimewa )

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pemerintah harus lebih cermat dalam menyikapi persoalan harga gula yang semakin tak menentu, akhir- akhir ini. Sehingga, kebijakan yang diambil oleh pemerintah akan tetap pro rakyat.

Hal ini ditegaskan Anggota Komisi VI DPR RI, Marwan Jafar menanggapi polemik harga gula kristal yang kini sedang melambung di tengah- tengah masyarakat.

Marwan mengatakan, selain garam rakyat dia juga jamak mendapat keluhan dari petani tebu dan masyarakat, terkait dengan kebijakan pergulaan, pada kegiatan reses di daerah pemilihannya.

Menurutnya, selain harga yang tidak menentu (fluktuatif) stok gula kristal belakangan ini sering dikabarkan menipis atau kurang, kendati sebenarnya cukup tersedia.

Bahkan, dia melihat, wabah virus Covid-19 (Corona) yang kini telah menyebar di Tanah Air, dijadikan sebagai pemicu kepanikan dan ketakutan masyarakat terkait keterbatasan stok barang kebutuhan pokok, termasuk gula. 

"Padahal kalau ditelusuri lebih jauh,. sebenarnya stok gula masih ada. Nah, ini perlu ketelitian agar tidak terburu- buru dalam mengambil kebijakan yang merugikan petani tebu," tegasnya, Kamis (12/3).

Sebaliknya, lanjut politisi PKB ini, pemerintah seharusnya tetap memperhatikan mereka (petani tebu; red) dalam memperimbangkan kebijakannya.

Selain pengecekan secara benar dan cermat hingga ke tingkat distribusi paling akhir, tambahnya, juga diperlukan langkah-langkah lain untuk memastikan ketersediaan stok gula.

Upaya ini dapat dilakukan melalui pendekatan penindakan atau penegakan hukum jika ditemukan oknum- oknum yang sengaja penimbun gula kristal tersebut.

Sebab, bisa jadi, kondisi kepanikan pasar memang sengaja diciptakan oleh pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan yang lebih besar dengan memicu terjadinya kenaikan harga gula di tengah masyarakat.

"Akhir- akhir ini kan, harga gula di pasaran mencapai Rp 18 ribu per kilogram dari rata- rata sebelumnya yang hanya berkisar Rp 14 ribu per kilogram," kata wakil rakyat asal Dapil III Jawa Tengah ini. 

Di lain pihak, masih ungkap mantan Ketua  Fraksi PKB DPR RI ini, saat ini juga masih banyak petani tebu di daerah yang masih mengeluhkan kebijakan pergulaan.

Petani tebu semakin terhimpit lantaran margin keuntungan yang mereka dapatkan kurang layak karena harga di tingkat petani yang  relatif rendah dan jauh dari harga di level konsumen.

Maka, solusinya perlu ada penataan ulang mengenai harga acuan penjualan di tingkat konsumen. Menurutnya, hitungan petani akan lebih layak jika harga gula di kisaran Rp 14 ribu per kilogram.

Karena berdasarkan Permendag Nomor 07 tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen mengatur harga sejumlah barang kebutuhan pokok.

"Untuk gula, harga acuan pembelian di tingkat petani Rp 9.100 per kilogram dan harga penjualan di tingkat konsumen Rp 12.500 per kilogram," tandas Marwan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement