Kamis 12 Mar 2020 15:26 WIB

PD Pasar Jaya Wanti-Wanti Pemerintah untuk Jaga Stok Pangan

Meskipun terdapat gejolak pada beberapa komoditas, secara umum pasokan pangan aman.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Konferensi Pers Kadin Indonesia di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Kamis (12/3). (Republika/Dedy Darmawan)
Foto: Republika/Dedy Darmawan
Konferensi Pers Kadin Indonesia di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Kamis (12/3). (Republika/Dedy Darmawan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PD Pasar Jaya meminta pemerintah meminimalisasi kesalahan dalam administrasi perizinan impor pangan yang dibutuhkan saat ini. Direktur Utama PD Pasar Jaya Arif Nasrudi mengatakan, harga komoditas pangan pokok sangat sensitif terlebih menjelang bulan puasa.

"Harga pangan harusnya stabil tapi ada beberapa kategori yang kita minta tolong ke pemerintah jangan ada administrasi eror," kata Arif dalam konferensi pers di Pasar Induk Kramat Jati, Kamis (12/3).

Baca Juga

Arif mengatakan, meskipun terdapat sedikit gejolak pada beberapa komoditas seperti bawang putih dan gula pasir, secara umum pasokan yang tersedia di Pasar Induk Kramat Jati masih mencukupi. Oleh karena itu, pemerintah baik di pusat maupun daerah harus bergerak cepat dan memastikan kondisi aman kepada publik.

Di satu sisi, edukasi terhadap masyarakat harus terus dilakukan untuk tidak melakukan panic buying. Terutama akibat isu virus corona yang cukup membuat gejolak pada permintaan bahan pangan pokok ke pasar. "Stok pangan kita yang ada di pasar induk Insya Allah stabil walaupun kita dalam kondisi ada krisis corona," tuturnya.

Pasar Induk Kramat Jati, kata  Arief, bisa disebut sebagai miniatur harga barang pokok secara nasional. Pasar induk seluas 14,3 hektare itu menjadi pusat perdagangan buah dan sayur untuk disalurkan ke pasar besar di tiap daerah hingga masuk ke pasar eceran.

Selain itu, Jakarta juga menjadi penyumbang inflasi nasional sekitar 27 persen. "Ini sudah naik tujuh persen, mudah-mudahan inflasi tidak berlebihan sehingga penyumbang inflasi nasionalnya bisa turun," ujar Arief.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta, menambahkan, harga adalah parameter ketersediaan komoditas pangan di pasar. Hal itu harus diakui pemerintah dan tidak bisa dibantah dalam hukum ekonomi.

Kenaikan harga pada beberapa komoditas pangan sejak awal tahun, semestinya menjadi indikator perlunya dilakukan impor. Terlebih, jelang Ramadhan dan Idul Fitri.

"Bertambahnya permintaan komoditas pangan jelang Ramadan dan Idul Fitri seharusnya sudah bisa diantisipasi sejak lama karena hal ini merupakan siklus tahunan yang sudah bisa diprediksi kemunculannya," ujar dia.

Belum lagi, menyebarnya virus corona (Covid-19) turut memengaruhi lalu lintas perdagangan internasional. Kedua faktor ini idealnya sudah mampu dijadikan kewaspadaan untuk melakukan impor lebih awal.

Beberapa komoditas pangan, seperti bawang putih dan gula, sudah mengalami kenaikan harga sejak Februari lalu. Harga bawang putih yang biasanya berkisar antara Rp 27 ribu - Rp 30 per kilogram (kg) kini dihargai minimal Rp 47 ribu per kg di tingkat eceran.

Masyarakat juga harus merogoh kantong lebih dalam untuk membeli gula yang dijual sekitar Rp 16 ribu per kg. Padahal, biasanya gula dijual seharga Rp 12 ribu - Rp 13 ribu per kg. Selain itu, bawang bombay yang biasanya hanya dijual seharga Rp 12.500 - Rp 17.500 per kg, kini dijual Rp 120 ribu -150 ribu per kilogram.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement