Kamis 12 Mar 2020 17:38 WIB

Islamnya Putra-Putri Mahkota Prabu Siliwangi Penguasa Sunda

Prabu Siliwangi tetap non-Muslim meski putra-putrinya bersyahadat.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Prabu Siliwangi tetap non-Muslim meski putra-putrinya bersyahadat. Prabu Siliwangi (Ilustrasi)(IST)
Foto: IST
Prabu Siliwangi tetap non-Muslim meski putra-putrinya bersyahadat. Prabu Siliwangi (Ilustrasi)(IST)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bicara soal Prabu Siliwangi berarti bicara mengenai Tanah Sunda. Tokoh sentral dalam sejarah Sunda ini banyak diteliti, termasuk aspek keluarga serta keyakinan yang dianut untuk mengukur seberapa jauh pengaruhnya terhadap penyebaran Islam di tanah Pasundan.

Dalam buku "Peradaban Jejak Arkeologis dan Historis Islam" di Indonesia karya Hasan Muarif Ambary disebutkan, terdapat sumber naskah Cirebon misalnya Babad Cirebon yang mengungkapkan hal tersebut. 

Baca Juga

Naskah itu diteliti dan diterbitkan Rinkes dan JC Brandes. Di Jawa Barat, dalam penelitian Rinkes dan JC Brandes soal Babad Cirebon disebutkan, terdapat dua tempat penting yang menjadi pusat penyebaran Islam ke Jawa Barat.

Kedua wilayah itu adalah Kuro (Karawang) dan Gunung Jati (Pasambangan), Cirebon. Jika dirunut secara kronologis, daerah Kuro berfungsi sebagai pusat penyebaran Islam lebih awal jika dibandingkan dengan wilayah Gunung Jati.

Pesantren Kuro yang dipimpin Syekh Hasanuddin kala itu telah berhasil membina dan mengislamkan seorang tokoh wanita Sunda bernama Nyi Subang Larang. Nyi Subang Larang pun dikenal dalam sejarah lantaran menikah dengan Prabu Siliwangi.

Meski Prabu Siliwangi tak ingin masuk Islam, namun anak keturunannya seperti Pangeran Kian Santang dan Putri Rara Santang masuk Islam. Masuknya kedua putra-putri mahkota itu tak lepas dari binaan Syekh Datu Kahfi atau biasa dikenal dengan sebutan Syekh Nurul Jati Cirebon.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement