Kamis 12 Mar 2020 18:19 WIB

Masjid Kuno Bayan Beleq, Kukuh Meski Diterjang Gempa Lombok

Sebagian besar bangunan Masjid Kuno Bayan Beleq terdiri dari anyaman bambu.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ani Nursalikah
Masjid Kuno Bayan Beleq di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Foto: Republika/Inas Widyanuratikah
Masjid Kuno Bayan Beleq di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- Banyak orang mengenal Pulau Lombok sebagai wilayah dengan keindahan alam yang luar biasa. Tidak sedikit turis lokal dan mancanegara menjadikan Lombok, Nusa Tenggara Barat sebagai salah satu bagian dari daftar tempat yang wajib dikunjungi selama hidup.

Selain dikenal pemandangan pantainya yang eksotis, Lombok memiliki Gunung Rinjani. Dataran tinggi dengan udara yang relatif lebih sejuk dengan kekayaan alam dan budaya yang sangat kaya. Salah satu yang membuat Gunung Rinjani spesial adalah berdirinya sebuah masjid tertua di Lombok.

Baca Juga

Masjid Kuno Bayan Beleq, masjid yang sebagian besar bangunannya terdiri dari anyaman bambu itu, menjadi kebanggaan masyarakat di Desa Bayan. Saat Republika.co.id mengunjungi masjid tersebut, di bagian depan terdapat banyak reruntuhan tembok. Seorang warga yang juga menjadi pemandu wisata, Aruna mengatakan runtuhan tersebut adalah sisa-sisa gempa yang terjadi pada 2018.

Perempuan berusia 18 tahun itu mengatakan warga memang tidak ingin membersihkan sisa-sisa reruntuhan itu. Reruntuhan yang masih tersisa itu dulunya adalah bangunan baru berupa toilet dan perlengkapan lainnya yang dibangun di sekitar masjid. Setelah gempa terjadi, hanya bangunan masjid dan bangunan berisi makam ketua agama di sekitarnya yang tidak roboh.

Pascagempa, sudut pandang masyarakat Lombok khusunya di Desa Bayan dan kawasan kaki Gunung Rinjani sedikit banyak berubah. Masyarakat kini ingin kembali ke hal-hal yang alami. Sebab, mereka berpikir bangunan baru berupa tembok pada akhirnya akan runtuh juga.

"Setelah gempa,roboh semua kecuali masjidnya. Masyarakat mmutuskan tidak membangun lagi karena sudah, biar kembali ke alami saja," kata Aruna.

Sisa-sisa reruntuhan itu kini ditata di bagian luar masjid itu menyerupai pagar yang membatasi kawasan masjid dengan jalan umum. Sengaja tidak dibuang, kata Aruna, untuk menunjukkan dulu pernah dibangun bangunan lain, namun setelah gempa yang masih bertahan hanya bangunan masjid kuno dan bangunan makam di sekitarnya.

photo
Pengunjung melintas di kompleks Masjid Bayan Beleq,Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. - (Tahta Aidilla/Republika)

Selain itu, masyarakat Desa Bayan masih mempercayai catatan-catatan kuno yang ada di dalam Kitab Bayan. Kitab tersebut berisikan catatan kuno yang pernah terjadi di desa tersebut selama bertahun-tahun.

Kitab tersebut masih disimpan dan menjadi pedoman adat istiadat di Bayan. Di dalamnya, juga sempat dituliskan bencana gempa memang merupakan salah satu yang pasti terjadi setiap 30 tahun sekali. Kini, masyarakat setempat lebih memahami bencana yang terjadi dan lebih menghormati alam yang mereka tempati.

Masjid kuno tersebut tidak digunakan sebagai tempat beribadah sehari-hari. Pemangku adat setempat, Sukrati mengatakan masjid yang berdiri sejak abad 16 tersebut hanya dipakai ketika ada acara-acara keagamaan besar, seperti Lebaran atau Maulid Nabi.

Tidak boleh sembarang orang masuk ke dalam masjid itu. Pintu masjid tersebut dikunci dan hanya ketua agama setempat yang memegangnya.

Sukrati mengatakan, masjid itu lebih sering menjadi tempat berkumpulnya ketua agama di Desa Bayan dan sekitarnya. "Kalau ada kiai, dia di sana melakukan upacara keagamaan. Baik itu hari raya Lebaran atau Maulidan. Jadi tempat sembayangnya mereka," kata Sukrati.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement