Kamis 12 Mar 2020 19:08 WIB

Orang Tua Harus Seleksi Memilih Tontonan Anak

Film itu bisa menginspirasi perilaku seorang anak.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Konferensi pers terkait kasus pembunuhan bocah lima tahun yang dilakukan oleh seorang remaja. Dalam konferensi pers di Mapolres Jakarta Pusat, Sabtu (7/3) itu polisi menunjukan sejumlah barang bukti berupa gambar dan tulisan curahan hati dari tersangka. (Republika/Flori Sidebang)
Foto: Republika/Flori Sidebang
Konferensi pers terkait kasus pembunuhan bocah lima tahun yang dilakukan oleh seorang remaja. Dalam konferensi pers di Mapolres Jakarta Pusat, Sabtu (7/3) itu polisi menunjukan sejumlah barang bukti berupa gambar dan tulisan curahan hati dari tersangka. (Republika/Flori Sidebang)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--  Kasus pembunuhan yang dilakukan remaja berinisial NF (15 tahun) terhadap APA (5 tahun) terinspirasi dari sebuah film pembunuhan. Dari peristiwa tersebut, orang tua harus mengawasi kegiatan anak terutama ketika anak menonton film. Jangan dibiarkan sendiri tanpa ditemani dan berdiskusi usai menonton film.

“Jadikan kasus ini sebagai refleksi bersama, apakah sebagai orang tua sudah memberikan perhatian, kasih sayang, cinta dan kebahagiaan pada anak-anak? apakah hubungan dan komunikasi dengan anak-anak hangat dan terbuka?. Saya ingatkan orang tua harus mendampingi anak-anaknya ketika menonton film agar anak-anak bisa berdiskusi dengan orang tuanya terkait film yang ditonton,” kata Komisioner Bidang Pendidikan dari KPAI Retno Listyarti saat dihubungi Republika, Kamis (12/3).

Kemudian, ia melanjutkan film itu bisa menginspirasi perilaku seorang anak. Jika kondisi kesehatan mentalnya sedang dalam keadaan baik pasti bisa memilih mana yang harus ditiru dan tidak usah ditiru. Tetapi saat kondisi mentalnya buruk ia akan terbawa untuk melakukannya tanpa memikirkan jangka panjangnya.

Ia menambahkan dalam kasus ini KPAI hanya bertugas mengawasi. Pengawasan proses hukum di kepolisian untuk dipastikan merujuk pada Undang-Undang (UU) 11 tahun 2012 tentang SPPA. Lalu, pengawasan lembaga layanan apakah memenuhi hak pemulihan psikologis keluarga anak korban maupun anak pelaku.

“Saat ini remaja tersebut sekaligus pelaku akan menjalani assessment psikologi di rumah sakit Polri Kramat Jati. Waktunya kan maksimal 14 hari. Jadi ya semua pihak harus menunggu proses tersebut,” kata dia.

Sebelumnya diketahui, dalam tiga hari terakhir publik dikejutkan oleh kasus pembunuhan keji yang dilakukan oleh NF, remaja 15 tahun yang tega membunuh Balita 5 tahun di Sawah Besar, Jakarta Pusat. Polisi yang mengusut kasus NF ini mengungkapkan, NF mengaku tidak memiliki motif apapun membunuh balita tersebut, dengan kata lain ia hanya terdorong oleh keinginan membunuh, tanpa ada motif lain selain itu.

Yang mengejutkan, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus menyebut NF membunuh balita berinisial APA, NF bahkan sempat menaruh jenazah balita di dalam lemari kamar, dan sempat tidur semalam di kamar tersebut. Yusri menyebut NF terdorong oleh tontonan film horor dan kekerasan, yang belakangan diketahui menjadi hobi NF.

Dari tontonan film horor dan berbagai adegan kekerasan itulah, NF diduga terinspirasi dan termotivasi melakukan pembunuhan keji terhadap seorang balita berinisial APA. "Bahwa pengakuan si pelaku ini suka menonton film horor. Bahkan ada satu film Chucky yang menjadi hobinya," ungkap Yusri Yunus, Sabtu (7/3).

Film Chucky adalah tokoh fiktif horor yang digambarkan sebagai sebuah boneka seram dan menjadi pembunuh berantai. Yusri juga mengungkapkan NF juga menggemari film Slenderman, sosok makhluk mistis yang memiliki tangan dan kaki yang panjang dengan setelan jas ala barat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement