Kamis 12 Mar 2020 20:00 WIB

Bukti Islamisasi Tanah Sunda Tercecer di Ragam Naskah Kuno

Naskah kuno bahasa Sunda memuat bukti Islamisasi tanah Sunda.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Naskah kuno bahasa Sunda memuat bukti Islamisasi tanah Sunda. Ribuan masyarakat mengikuti Shalat Subuh Berjamaah Akbar, di Masjid Raja Jawa Barat, Alun-alun Kota Bandung, Ahad (22/9).(Republika/Edi Yusuf)
Foto: Republika/Edi Yusuf
Naskah kuno bahasa Sunda memuat bukti Islamisasi tanah Sunda. Ribuan masyarakat mengikuti Shalat Subuh Berjamaah Akbar, di Masjid Raja Jawa Barat, Alun-alun Kota Bandung, Ahad (22/9).(Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Penelusuran sejarah penyebaran serta perkembangan Islam di tanah Sunda salah satunya dapat dilakukan dengan memburu naskah-naskah kuno. 

Sebab dalam naskah kuno tersebut, terdapat akulturasi dua budaya yang menyatu. Berdasarkan buku "Peradaban Jejak Arkelogis dan Historis Islam di Indonesia" karya Hasan Muarif Ambary disebutkan, naskah yang berkaitan dengan sejarah penyebaran Islam dapat diamati dan dikelompokkan ke dalam beberapa bagian. Antara lain wawacan, cariosan, babad, dan lainnya.

Baca Juga

Dari kelompok naskah-naskah itu, setidaknya terdapat keterkaitan antara tokoh penyebar Islam dengan terbentuknya sebuah kerajaan. Hal itu sebagaimana yang diceritakan di Babad Banten (sejarah Banten), Hikayat Hasanuddin, Babad Cirebon, hingga Purwaka Caruban Nagari.

Dalam naskah Babad Banten misalnya, seorang peneliti Djajadiningrat menemukan kaitan sejarah dengan analisis filologis. 

Menurutnya, naskah tersebut banyak berkaitan dengan awal penyebaran Islam di daerah Banten. Yang mana hal itu merupakan cikal bakal kelompok masyarakat yang di kemudian hari membentuk kerajaan bercorak Islam dengan membangun ibu kota baru bernama Surosowan.

Adapun tokoh sentral dalam naskah itu yang bertanggung jawab dalam penyebaran Islam di Banten adalah Sunan Gunung Jati dan Maulana Hasanuddin. Tercatat, peristiwa pengislaman dan penaklukkan ibu kota Pajajaran di Bogor pun terjadi pada 1579.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement