REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE— Retaknya hubungan antaragama di Indonesia saat ini paling tidak seringkali dilatarbelakangi dua faktor yang paling dominan.
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Mandioli Selatan, Ahmad A Conoras, menjelaskan faktor pertama yaitu populisme agama yang dihadirkan ke ruang publik yang kemudian dibumbui dengan nada kebencian terhadap pemeluk agama, ras dan suku tertentu.
Sedangkan faktor yang kedua, kata dia, adalah politik sektarian yang sengaja menggunakan simbol-simbol keagamaan untuk menjustifikasi atas kebenaran manuver politik tertentu sehingga menggiring masyarakat ke arah konservatisme radikal secara pemikiran. “Populisme agama itu muncul akibat cara pandang yang sempit terhadap agama,” kata dia.
Sehingga kelompok agama tertentu merasa dirinya yang paling benar dan tidak mau menerima pendapat dari kelompok lain yang berbeda.
“Dampak buruk yang akan kita rasakan sekarang adalah menunggu aksi-aksi kebencian yang menjalar dari dunia maya ke dunia nyata,” ujar dia.
Ahmad A Conoras menambahkan, sebenarnya esensi yang diinginkan moderasi beragama adalah karena sesungguhnya beragama secara moderat sudah menjadi karakteristik umat beragama di Indonesia.
Kerena itulah Kantor Kementerian Agama (Kemenag) kabupaten/kota di Maluku Utara (Malut) intensif mensosialisasikan program keberagaman antar-umat beragama melalui kunjungan silaturahmi dalam rangka sosialisasi moderasi dan kerukunan umat beragama.
Dia menjelaskan, tujuan silaturahmi ini adalah ingin menyatukan berbagai persepsi tentang membangun keharmonisan beragama di Kecamatan Mandioli Selatan.
Menurut Ahmad, kegiatan silaturahmi yang dirangkaikan dengan sosialisasi moderasi dan kerukunan umat beragama ini diharapkan agar dapat terciptanya saling pengertian dan pemahaman dengan menyadari bahwa betapa pentingnya rukun, damai dan harmonis dalam kehidupan beragama.
Kecamatan Mandioli Selatan yang jumlah penduduknya lebih dari 7.000 dengan penduduk yang beragama Kristen 1.200 penduduk, sehingga dari aspek sosiologi bahwa kekerabatan masyarakat di Kecamatan Mandioli Selatan ini telah dibingkai kedalam nilai-nilai kearifan lokal.
Apalagi saat ini telah memasuki momentum tahun politik menjelang pilkada Kabupaten Halmahera Selatan ini diharapkan agar isu agama tidak boleh digiring ke dalam wilayah politik praktis yang akan berujung pada terjadinya pengkotak-kotakan kelompok masyarakat yang mudah diadudomba