REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – KH. Munasir Ali memiliki keteguhan moral dan integritas pribadi yang tinggi. Namun, semua itu tidak dimiliki secara serta merta, melainkan ditempa melalui pengalaman yang panjang sejak masih muda.
Dia ditempa dari satu pesantren ke pesantren lainnya dan menjauh dari jangkauan pejajah. Kendati demikian, tangan-tangan penjajah ternyata masih menjamahnya ketika menimba ilmu di Rembang. Saat sedang menikmati pemandangan pantai utara Rembang, tiba-tiba ia ditempeleng segerombolan tentara Belanda yang sedang lewat berkonvoi.
Salah satu keetidakadilan yang dialaminya itu pun menjadi renungan, sehingga ia belajar lebih keras baik ilmu agama, politik maupun ilmu kanuragan. Hingga akhirnya ia mampu menjadi seorang pejuang Islam yang berkarakter kuat, penuh pengabdian, dan memiliki wawasan kebangsaan.
Dia juga memiliki pandangan ideal tentang sebuah negara yang kuat. Menurut dia, agar bisa menjadi negara yang kuat, Indonesia setidaknya harus memiliki empat hal. "Negara ini bisa kuat karena empat hal. Pemerintahannya adil, ulama-nya baik, orang kaya yang dermawan, dan yang miskin selalu berdoa untuk kebaikan negara,” kata KH. Munasir Ali.
Salah satu deklarator Partai Kebangkita Bangsa (PKB), almarhum KH. Muchit Muzadi pernah menggambarkan sosok Kiai Munasir sebagai ulama yang sederhana, baik dari segi penampilannya maupun dari perabotan rumahnya. Sebagai Komadan Batalyon 39 Condromowo, Kiai Munasir juga dikenal lemah lembut.
“Sebagai komandan, beliau itu lemah lembut, tetapi disiplinnya tinggi sekali,” kenang Kiai Muchit.
Kiai Munasir merupakan sosok pejuang yang patut diteladani oleh generasi muda saat ini. Karena, Kiai Munasir selalu memperjuangkan kebenaran. “Sepanjang hidupnya penuh perjuangan, ia teguh dan tegas mempertahankan prinsipnya, meskipun tidak tampil emosional,” jelas Kiai Muchit.