REPUBLIKA.CO.ID, Abu Bakar As-Shiddiq merupakan sahabat Rasulullah SAW yang sangat istimewa. Selain setia pada Rasulullah, dalam dirinya juga menonjol sifat jujur dan bijaksana. Ia juga selalu berkata yang benar sehingga dijuluki dengan as-shiddiq (orang yang jujur). Abu Bakar sangat jujur dalam mengemban amanat dan bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
Selama menjadi khalifah, ia selalu memperhatikan rakyatnya. Hidupnya sangat sederhana dan tidak pernah menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya.
Dikisahkan, ketika Khalifah Abu Bakar merasa ajalnya hampir datang menjemput, beliau memanggil putri tercintanya, Siti Aisyah, untuk menyampaikan sebuah wasiat. ''Wahai Aisyah putriku, aku telah diserahi urusan kaum Muslimin, aku telah memakan makanan yang sederhana dan aku juga telah memakai pakaian yang sederhana dan kasar.
Yang tersisa dari harta kaum Muslimin padaku adalah seekor unta, seorang pelayan (pembantu) rumah tangga, dan sehelai permadani yang sudah usang. "Kalau aku wafat, kirimkan semuanya kepada Umar bin Khattab. Karena, aku tidak ingin menghadap Allah sedangkan di tanganku masih ada harta kaum Muslimin walaupun sedikit,'' demikian wasiat Abu Bakar kepada putrinya.
Ada beberapa hal yang bisa ditarik dari wasiat itu. Pertama, gambaran bahwa seorang pemimpin tidak boleh menggunakan fasilitas umat (negara) untuk kepentingan pribadi dan keluarga. Hidup sederhana merupakan keharusan pemimpin. Hidup sederhana seperti ini sulit dilakukan bila keimanan tidak melekat pada diri sang pemimpin.
Rasulullah SAW bersabda, ''Tidak dikatakan seorang itu beriman apabila tidak amanat dan tidak dikatakan beragama seseorang yang tidak berakal.'' (HR Dailami).
Kedua, Khalifah Abu Bakar merupakan salah seorang tipe pemimpin yang sangat bertanggung jawab. Sebagai bukti, meskipun ajal hampir datang menjemput, ia masih juga memikirkan harta umat, amanat kaum Muslimin.
Padahal, apalah artinya seekor unta, seorang budak, dan sehelai permadani yang sudah usang dibandingkan dengan kekuasaan besar yang digenggamnya. Namun, itulah bukti nyata bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang selalu mengutamakan amanat dan tanggung jawab tanpa melihat nilai yang terkandung pada barang-barang itu.
Sikap dan perilaku Abu Bakar yang demikian sebenarnya tidak mengherankan apabila mengingat hadis Rasulullah yang berbunyi, ''Barang siapa diserahi kekuasaan (tanggung jawab) urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat.'' (HR Ahmad).
Hanya pemimpin yang beriman dan punya hati nuranilah yang mampu memahami pesan yang tersirat pada wasiat yang disampaikan oleh Khalifah Abu Bakar Shiddiq tersebut. Perangai pemimpin yang demikianlah harapan seluruh umat.