Jumat 13 Mar 2020 02:29 WIB

Kongres Batasi Wewenang Trump Gelar Operasi Militer di Iran

Kongres AS membatasi wewenang Presiden Donald Trump

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Kongres Amerika Serikat (AS) menyetujui langkah bipartisan yang membatasi wewenang Presiden Donald Trump untuk melancarkan operasi militer terhadap Iran. Ilustrasi.
Foto: AP
Kongres Amerika Serikat (AS) menyetujui langkah bipartisan yang membatasi wewenang Presiden Donald Trump untuk melancarkan operasi militer terhadap Iran. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kongres Amerika Serikat (AS) menyetujui langkah bipartisan yang membatasi wewenang Presiden Donald Trump untuk melancarkan operasi militer terhadap Iran. House of Representative menyepakati undang-undang ini dengan perbandingkan suara 227-186.

Trump berjanji akan memveto resolusi wewenang perang tersebut. Ia memperingatkan apabila 'tangannya terikat, Iran akan melakukan manuver'.

Baca Juga

Resolusi yang disponsori oleh Senator Tim Kaine ini mengharuskan Trump mendapatkan persetujuan dari Kongres sebelum akhirnya ia dapat melanjutkan aksi militer terhadap Iran. Kaine dan anggota-anggota parlemen yang mendukung resolusi menegaskan langkah ini bukan tentang Trump atau jabatan presiden. Tapi tentang pentingnya wewenang kongres dalam menyatakan perang.

Enam anggota House dari Partai Republik ikut mendukung undang-undang ini bersama 220 anggota Partai Demokrat dan satu anggota independen. Enam anggota Partai Demokrat dan 180 anggota Partai Republik menentangnya.

Dalam pemungutan suara di Senat bulan lalu, delapan anggota Partai Republik mendukung resolusi ini. Ketua komite Hubungan Luar Negeri House Eliot Engel mengatakan lolosnya undang-undang ini mengirimkan pesan yang jelas. 

"Rakyat Amerika tidak ingin berperang dengan Iran dan Kongres tidak memberikan wewenang untuk berperang dengan Iran," kata Engel pada Rabu (11/3) kemarin.

Engel mengatakan setelah ketegangan dengan Iran meningkat karena serangan drone AS yang membunuh petinggi militer Teheran pada awal Januari lalu, resolusi ini sangat penting untuk memperjelaskan wewenang Kongres dalam menyatakan perang.

"Kongres tidak harus menunggu sampai presiden sendiri yang memutuskan menggunakan kembali kekuatan militer, tanggung jawab kami untuk melakukan sesuatu, karena kami tahu pada momen ini ketegangan meningkat lagi, Iran tidak meredamnya seperti yang pemerintah janjikan," kata Engel. 

Petinggi Partai Republik di Komite Luar Negeri House Michael McCaul menyebut langkah wewenang perang 'memecah belah dan tidak bertanggungjawab'. Menurutnya resolusi ini berdasarkan premis yang salah.

"Ini memerintahkan presiden untuk menghentikan permusuhan dengan Iran, masalahnya adalah di sisi lain, kami tidak terlibat permusuhan dengan Iran," kata McCaul.

Anggota House asal Texas itu menambahkan jika militer AS melancarkan serangan terhadap Iran, ia yakin presiden harus datang ke kongres untuk meminta otoritas menggunakan kekuatan militer. Menurut McCaul saat ini AS tidak mengerahkan kekuatan militer.

Melalui pemungutan suara mengenai Iran ini, House memperlihatkan wewenang Kongres yang jarang ditunjukan. Tahun lalu Kongres juga sempat memerintahkan militer AS untuk menghentikan keterlibatan mereka dengan koalisi Arab Saudi dalam perang Yaman.

Langkah ini dilakukan sebagai bentuk protes pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di kantor konsulat Arab Saudi di Turki. Trump memveto langkah tersebut.

House yang dikuasai Partai Demokrat meloloskan resolusi tak terikat ini secara terpisah pada Januari lalu. Beberapa pekan sebelum Senat menyetujui resolusi yang diajukan Kaine.

Dibutuhkan dua pertiga suara di House dan Senat agar resolusi terhadap Iran ini tidak dapat diveto oleh Trump. Kaine memuji hasil pemungutan suara di House.

"Selama bertahun-tahun, Kongres telah mengabaikan tanggung jawab dalam persoalan perang. Tapi sekarang kemenangan bipartisan baik di Senat maupun House telah memperjelas kami harusnya tidak terlibat permusuhan dengan Iran tanpa persetujuan Kongres melalui pemungutan suara," kata Kaine dalam pernyataanya.

Kaine menegaskan undang-undang tersebut 'tidak mencegah presiden mempertahankan Amerika Serikat dari ancaman nyata'. Melainkan 'menuntut agar keputusan maju dan mengirim pasukan ke jalan berbahaya hanya boleh diputuskan melalui pertimbangan serius dan suara Kongres'. 

"Jika Presiden Trump serius terhadap janjinya untuk menghentikan perang tanpa akhir, ia akan menandatangani resolusi ini menjadi hukum tetap," kata Kaine.

Dalam pernyataannya, Gedung Putih mengatakan resolusi tersebut harus ditolak. Menurut mereka resolusi menghalangi kemampuan presiden untuk melindungi diplomat, pasukan, sekutu dan mitra AS termasuk Israel yang hingga kini masih terancam oleh Iran dan proksi-proksinya, termasuk milisi-milisi di Suriah. 

"Iran memiliki sejarah panjang menyerang Amerika Serikat dan pasukan koalisi baik secara langsung maupun melalui proksi," kata Gedung Putih.

Pemerintah AS menambahkan resolusi Kongres akan menghalangi kemampuan Trump melindungi pasukan dan kepentingan AS di kawasan. Gedung Putih mengatakan resolusi gabungan ini tidak tepat dan salah arah.

"Pengadopsian Kongres dapat merusak kemampuan Amerika Serikat melindungi warga AS yang menjadi sasaran Iran," kata Gedung Putih.

Teheran merespons serangan drone AS yang membunuh Jenderal Qassem Soleimani dengan melancarkan serangan ke dua pangkalan militer yang menampung pasukan AS di Irak. Pentagon mengatakan serangan tersebut menyebabkan lebih dari 100 pasukan AS mengalami gegar otak.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement