REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah mengeluarkan anggaran Rp 158,2 triliun untuk memberikan stimulus terhadap perekonomian Indonesia di tengah tekanan dari virus corona (Covid-19). Besaran tersebut merupakan akumulasi dari paket stimulus pertama dan kedua yang ditambah dengan pelebaran defisit untuk belanja pemerintah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memperinci total biaya tersebut. Paket stimulus pertama yang diluncurkan pada bulan lalu membutuhkan anggaran Rp 10,3 triliun, sementara paket stimulus kedua sebesar Rp 22,9 triliun.
Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperlebar defisit anggaran 0,8 persen atau setara dengan Rp 125 triliun. "Sehingga, secara total, paketnya sampai dengan Rp 160 triliun," kata Airlangga dalam konferensi pers Stimulus Kedua Penanganan Dampak Covid-19 di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perlebaran defisit dibutuhkan mengingat pemerintah harus terus melakukan belanja, sementara penerimaan akan mengalami penurunan. Dengan pelebaran 0,8 persen, berarti pemerintah memproyeksikan defisit APBN sampai akhir tahun menjadi 2,5 persen terhadap PDB.
Pelebaran defisit juga menggambarkan bahwa APBN memberikan dampak suportif terhadap ekonomi Indonesia. "Dalam kita menyikapi perkembangan merebaknya dampak Covid-19 terhadap perekonomian, kita akan melakukan respons terhadap situasi perekonomian," tutur Sri.
Sikap antisipasi dilakukan pemerintah secara bertahap. Sri menuturkan, dalam tahap pertama, pemerintah melihat risikonya terbatas hanya pada hotel dan restoran karena berhubungan dengan pariwisata. Tapi, dalam perkembangan satu bulan berikutnya, penyebaran terus meningkat hingga sekarang sudah ditetapkan sebagai pandemik oleh World Health Organization (WHO).
Sementara itu, untuk stimulus kedua, pemerintah fokus ke sektor produksi yang mengalami disrupsi karena pandemik. Banyak sektor, terutama manufaktur, terhalang mendapatkan barang modal dan impor bahan baku sehingga menghambat kinerja mereka.
Sri memastikan, stimulus kedua ini bukan menjadi langkah terakhir yang dilakukan pemerintah. Sebab, pemerintah bersama otoritas terkait terus memantau perkembangan dan situasi ekonomi yang kinimasih dinamis.
Pemerintah juga membuka diri dengan situasi yang ada dan terus menyiapkan instrumen kebijakan untuk memitigasi dan meminimalkan dampak. Baik itu terhadap pengusaha, perusahaan, korporasi maupun dari sisi masyarakat. "Jadi, pemerintah selalu melihat dua sisi ini. Demand side dari konsumsi, investasi, juga dari sektor usaha, supply chain atau production side," ujar Sri.