Jumat 13 Mar 2020 15:53 WIB

Pemerintah Sederhanakan Proses Ekspor Impor

Penyederhanaan proses ekspor impor ini merupakan bagian dari stimulus ekonomi kedua.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Aktivitas bongkar muat ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. ilustrasi (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Aktivitas bongkar muat ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. ilustrasi (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah mengurangi dokumen persyaratan ekspor dan impor untuk industri manufaktur. Stimulus non fiskal ini diberikan untuk melengkapi paket kebijakan stimulus fiskal sehingga diharapkan lebih memberikan dorongan terhadap aktivitas ekonomi di tengah tekanan virus corona (Covid-19).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, kebijakan pertama adalah penyederhanaan dan pengurangan jumlah larangan dan pembatasan (lartas) untuk aktivitas ekspor. Pengurangan lartas sejumlah 742 HS Code atau sekitar 55,19 persen dari jumlah lartas ekspor eksisting.

Baca Juga

Sebanyak 443 HS Code di antaranya ditujukan untuk ikan dan produk ikan. Saat mengekspor komoditas ini, dunia usaha tidak perlu lagi mengirimkan dokumen Health Certificate.

Sementara itu, 306 HS lainnya untuk ekspor produk industri kehutanan tidak membutuhkan V-Legal. "Kecuali, negara tujuan ekspornya memang membutuhkan dokumen itu, ucap Sri dalam konferensi pers Stimulus Kedua Penanganan Dampak Covid-19 di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3).

Untuk mengimplementasikan stimulus itu, pemerintah akan merevisi regulasi Peraturan Menteri Perdagangan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan terkait.

Stimulus kedua berupa penyederhanaan lartas impor untuk meningkatkan kelancaran impor bahan baku dan daya saing. Pengurangan dilakukan terhadap 1022 HS Code atau sembilan persen dari komoditas yang selama ini masuk lartas.

"Kami berharap, dengan dihilangkan ini, industri manufaktur bisa mendapatkan masukan bahan baku dengan mudah," kata Sri.

Stimulus diberikan kepada perusahaan yang berstatus sebagai produsen. Pada tahap tahap awal akan diterapkan pada produk Besi Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang selanjutnya akan diterapkan pula pada produk pangan strategis seperti garam industri, gula, tepung sebagai bahan baku industri manufaktur.

Terkait dengan duplikasi peraturan impor, Pemerintah juga akan melakukan penyederhanaan terutama pada komoditas hortikultura, hewan dan produk hewan, serta obat, bahan obat dan makanan.

Sri menambahkan, pemerintah juga akan mempercepat proses ekspor dan impor untuk Reputable Traders, yakni perusahaan-perusahaan terkait dengan kegiatan ekspor-impor yang memiliki tingkat kepatuhan tinggi.

Mereka diberikan insentif tambahan dalam bentuk percepatan proses ekspor dan impor yaitu penerapan auto response dan auto approval untuk proses lartas baik ekspor maupun impor. Selain itu, penghapusan Laporan Surveyor terhadap komoditas yang diwajibkan.

Hingga saat ini, sudah ada 735 reputable traders yang terdiri dari 109 perusahaan AEO/Authrized Economic Operator dan 626 perusahaan yang tergolong MITA/Mitra Utama Kepabeanan. "Mereka tidak perlu menyampaikan izin dokumen dengan proses bertemu, melainkan bisa melalui online dan approval otomatis," kata Sri.

Sedangkan, untuk importir lainnya tetap mengikuti proses sesuai dengan tingkat risiko mereka. Apabila masuk ke low risk, mereka masuk jalur hijau. Sementara, kalau mau masuk medium risk, akan masuk jalur kuning. Terakhir, high risk dan very high risk, masuk dalam jalur merah.

Stimulus keempat, meningkatkan dan mempercepat layanan proses ekspor-impor, serta pengawasan melalui pengembangan National Logistics Ecosystem (NLE). NLE merupakan platform yang memfasilitasi kolaborasi sistem informasi antar instansi pemerintah dan swasta untuk simplikasi dan sinkronisasi arus informasi maupun dokumen dalam kegiatan ekspor/impor di pelabuhan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement