REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Wati (46 tahun) masih tak percaya pembunuh anak kandungnya, DS (13), tak lain adalah mantan suaminya, yang juga ayah kandung korban. Baginya, perilaku itu di luar akal sehat manusia pada umumnya.
"Saya sangat tidak menyangka dan terkejut," kata dia, Jumat (13/3).
Penemuan mayat di gorong-gorong depan SMPN 6 Tasikmalaya, mengegerkan warga Kelurahan Cilembang, Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, pada Senin (27/1) sore. Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui korban merupakan salah satu siswi SMPN 6 Tasikmalaya, yang berinisial DS.
DS dilaporkan tak pulang ke rumahnya di Kelurahan Linggajaya, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, sejak Kamis (23/1). Pihak keluarga sempat membuat laporan kehilangan orang ke Polsek Mangkubumi. Korban ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di gorong-gorong depan sekolahnya pada Senin sore.
Baru sebulan setelahnya, polisi berhasil mengungkap kasus kematian DS. Ayah kandung korban yang berinisial BR (45) ditetapkan sebagai tersangka tunggal pembunuhan DS. Diduga, BR membunuh DS karena kesal anaknya meminta uang untuk biaya karya wisata yang diselenggarakan sekolahnya.
"Saya tak tahu kalau DS minta uang ke ayahnya. Sebelumnya belum pernah padahal," kata ibu korban.
Menurut Wati, hubungan DS dengan ayahnya tak terlalu dekat. Wati dan BR juga telah berpisah sekira 10 tahun. Bahkan, ia menambahkan, anak sulungnya itu cenderung tak suka dengan ayahnya.
Namun, sebelum kejadian itu DS memang sempat meminta uang kepadanya untuk membayar biaya karya wisata yang diselenggarakan sekolahnya. Lantaran waktu karya wisata masih, Wati tak langsung memberi uang itu karena masih kurang.
"Mungkin karena itu anak saya minta ke dia (mantan suaminya)," kata dia.
Wati meminta, aparat menghukum mantan suaminya seberat mungkin, bahkan hukuman mati. Sebab, ia masih tak terima anaknya dibunuh oleh ayah kandungnya sendiri.
Jajaran Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tasikmalaya Kota telah melaksanakan rekonstruksi kasus pembunuhan kepada DS pada Kamis (12/3). Sebanyak 36 adegan diperagakan oleh tersangka BR di dua lokasi, mulai dari membunuh hingga menaruh jasadnya di gorong-gorong depan SMPN 6 Tasikmalaya.
“Ada temuan baru yang diutarakan di berita acara dan kita cocokan di TKP, yaitu ada jeda ketika pelaku membekap korban, lalu dia menghilangkan nyawa korban. Dari hal ini sebenarnya ada kesempatan dia untuk tidak mencekik hingga korban meninggal dunia,” kata dia.
Karena itu, polisi menambah ancaman yang dikenakan kepada tersangka, dengan Pasal 340 KUHP atau pembunuhan berencana. Dengan begitu, tersangka BR dikenakan Pasal 76 c junto Pasal 80 Ayat 3, Ayat 4, Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 perubahan Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak serta Pasal 340 KUHP.
"Ancamannya maksimal hukuman mati,” kata dia.