REPUBLIKA.CO.ID, Shalat malam merupakan amalan para nabi. Hal yang sama juga dilakukan para sahabatnya. Sepanjang malam, Nabi Muhammad SAW mendirikan shalat malam dan bermunajat kepada Allah hingga kakinya bengkak dan kulitnya menguning.
Hal itu berlangsung hingga 12 bulan atau lebih. Ada yang mengatakan lebih dari 10 tahun. Namun, praktik shalat malam yang terus-menerus (setiap malam) itu, baru berkurang setelah ada keringanan (rukhshah) untuk para sahabatnya. Bagi mereka, perintah itu sunah, sedangkan untuk Nabi SAW shalat malam adalah kewajiban.
Shalat malam merupakan kekuatan mahadahsyat untuk umat Islam. Ketika fajar dakwah Islam mulai menyingsing, dan umat dihantam berbagai macam siksaan, shalat malam menjadi wahana bagi mereka untuk menambatkan segenap kepedihan yang mengimpit jiwa. Shalat malam memberikan suntikan kekuatan yang mengagumkan dalam mengarungi atmosfer kehidupan.
Rasulullah SAW bahkan sangat mendorong umatnya untuk senantiasa mendirikan shalat malam. "Hendaklah kalian menunaikan qiyamul lail, karena ia merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian. Ia juga bisa mendekatkan kalian pada Rabb kalian, pelebur kesalahan, penghalang dari dosa, dan pengikis penyakit dari tubuh." (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Narasi di atas menggugah kita bahwa surga dengan kenikmatannya yang melimpah ruah, termasuk bidadari, adalah tidak gratis. Dan orang yang melazimkan diri dengan qiyamul lail, potensial untuk meraihnya. "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya, mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam." (QS Adz Dzariyat: 15-17).
Shalat malam juga merupakan tangga menuju kemajuan, baik secara spiritual, intelektual, bahkan finansial. Alquran membahasakannya dengan maqamam mahmuda (tempat yang terpuji). (QS Al Isra [17]: 79).