Ahad 15 Mar 2020 21:38 WIB

Biasakan Pasang Penghalang Saat Shalat, Ini Penjelasannya

Penghalang saat shalat merupakan anjuran Rasulullah SAW.

Penghalang saat shalat merupakan anjuran Rasulullah SAW.  Ilustrasi shalat.
Foto: dok. Republika
Penghalang saat shalat merupakan anjuran Rasulullah SAW. Ilustrasi shalat.

REPUBLIKA.CO.ID, Rasulullah  menganjurkan kepada orang yang melaksanakan shalat untuk meletakkan sesuatu di depannya sebagai sutrah (penghalang). Tujuannya agar orang lain atau sesuatu tidak lewat di depannya. Selain itu, agar pandangannya tidak melebihi sutrah itu sehingga matanya selalu tertuju ke arah tempat sujudnya. Banyak hadis yang memerintahkan hal itu.

Abu Hurairah meriwayatkan, Nabi bersabda, “Apabila seorang dari kalian shalat, hendaklah ia menjadikan sesuatu di hadapannya (sebagai sutrah). Bila tidak mendapatkan sesuatu hendaklah ia menancapkan tongkat. Bila tidak ada tongkat, hendaklah ia membuat garis dan tidak membahayakan apa yang lewat di hadapannya.” (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Daruquthni, dan Baihaqi).

Baca Juga

Dari Abdul Malik bin al-Rabi’ bin Sabrah dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian shalat, hendaklah menggunakan sutrah (penghalang) di dalam shalatnya walaupun hanya dengan sebuah anak panah.” (HR Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Thabrani, Hakim, dan Baihaqi, ini lafaz Ahmad).

Jumhur ulama berpendapat,  hukum meletakkan sutrah bagi yang shalat adalah sunah. Dan, diharamkan bagi seseorang lewat di depan orang yang sedang shalat, baik ia meletakkan sutrah di depannya maupun tidak. Jika orang yang sedang shalat meletakkan sutrah, yang dilarang adalah lewat di antara badan dan sutrah yang ia letakkan.

Sementara itu, jika ia tidak meletakkan sutrah, para ulama menjelaskan tidak boleh lewat di depannya kira-kira dalam jarak tiga hasta. Busr bin Sa’id meriwayatkan, Zaid bin Khalid mengutusnya untuk bertanya kepada Abu Juhaim apa yang didengarnya dari Rasulullah tentang orang yang lewat di depan orang yang sedang shalat, Abu Juhaim berkata, Rasulullah bersabda, “Jika saja seorang yang lewat di hadapan seorang yang shalat mengetahui dosa yang dilakukannya, sungguh jika dia berdiri selama 40 (hari atau bulan atau tahun) lebih baik baginya daripada lewat di hadapan orang yang shalat tersebut.” Abu al-Nadhr berkata, “Saya tidak tahu apakah ia mengatakan 40 hari, bulan, atau tahun.’’ (HR Bukhari dan Muslim).

Namun, anjuran meletakkan sesuatu sebagai sutrah di depan seseorang ketika sedang shalat dan larangan lewat di depan orang  shalat itu hanya berlaku bagi imam shalat jamaah dan orang yang shalat secara sendirian. Adapun bagi makmun dalam shalat berjamaah tidak dianjurkan meletakkan sesuatu di depannya sebagai sutrah.

Sebab, sutrah-nya adalah sutrah imamnya sebagaimana yang dijelaskan Imam Bukhari dengan membuat bab dalam kitab Shahihnya ‘sutrah imam itu sutrah bagi siapa yang dibelakangnya’. Dan, tidak apa-apa hukumnya bagi seseorang untuk lewat di depan saf makmum yang sedang shalat di belakang imamnya karena ingin mengisi saf.

Apalagi, jika hal itu untuk keperluan yang mendesak seperti orang yang batal wudhunya di tengah shalat, dibolehkan baginya lewat di depan saf makmum lain.

Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Pada suatu hari aku datang dengan mengendarai keledai, pada waktu itu aku sudah dewasa. Ketika itu Rasulullah sedang shalat bersama para sahabat di Mina tanpa ada dinding di depannya (sebagai penghalang), kemudian aku lewat di depan sebagian saf mereka. Lalu, aku turun dan aku biarkan keledai makan, kemudian aku masuk ke dalam saf dan tidak ada satu pun yang mengingkari perbuatanku tadi.” (HR Bukhari dan Muslim, ini lafaz Bukhari).

Hadis ini menunjukkan boleh lewat di depan saf makmum yang sedang shalat berjamaah karena Nabi dan para sahabatnya tidak menegur Ibnu Abbas atas apa yang telah dilakukannya. Namun, harus diperhatikan,  hendaknya dilakukan jika memang ada keperluan mendesak agar tidak mengganggu orang yang sedang shalat tanpa ada keperluan atau alasan kuat.

 

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement