Senin 16 Mar 2020 12:28 WIB

Geliat Industri dan Investasi di China Anjlok Akibat Corona

Output industri China sepanjang Januari-Februari turun hingga 13,5 persen

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Aktivitas petugas di Pelabuhan Qingdao, Provinsi Shandong, China, beberapa waktu lalu. Geliat industri dan investasi di China mengalami kontraksi tajam pada Januari-Februari 2020 akibat adanya pembatasan ruang gerak secara imbas wabah Covid-19.
Foto: Chinatopix via AP
Aktivitas petugas di Pelabuhan Qingdao, Provinsi Shandong, China, beberapa waktu lalu. Geliat industri dan investasi di China mengalami kontraksi tajam pada Januari-Februari 2020 akibat adanya pembatasan ruang gerak secara imbas wabah Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Geliat industri dan investasi di China mengalami kontraksi tajam pada Januari-Februari 2020 akibat adanya pembatasan ruang gerak secara imbas wabah Covid-19. Hal itu secara langsung menganggu stabilitas ekonomi China yang merupakan terbesar kedua di dunia.

Seperti dikutip Channel News Asia, Senin (16/3), output industri sepanjang Januari-Februari turun hingga 13,5 persen atau jauh lebih dalam dari periode yang sama tahun lalu, data dari Biro Statistik Nasional China. Angka penurunan itu disebut terlemah sejak 1990.

Baca Juga

Sementara itu, laju investasi aset tetap pada waktu yang sama anjlok hingga 24,5 persen secara tahunan. Padahal, para analis sebelumnya memprediksi penurunan hanya sekitar 2,8 persen.

Selain itu, penjualan di sektor ritel juga menyusut 20,5 persen secara tahunan, bertolak belakang dari prediksi sejumlah analis yang memproyeksi adanya kenaikan 0,8 persen. Penyusutan penjualan ritel disebabkan oleh kekhawatiran konsumen di China sehingga menghindari tempat keramaian seperti pusat perbelanjaan.

Wabah Covid-19 yang menyebar cepat dipandang telah memotong setengah dari potensi pertumbuhan ekonomi China di kuartal pertama. Pejabat China menuturkan, puncak epidemi Covid-19 di China telah berlalu. Namun, para analis memperingatkan bahwa membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk ekonomi China kembali normal.

Di sisi lain, penyebaran virus yang terjadi secara cepat ke berbagai belahan dunia juga memicu kekhawatiran yang berdampak pada resesi ekonomi global. Jika itu terjadi, maka akan mengurangi permintaan barang-barang dari China yang selama ini menjadi penyuplai bahan baku.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement