Senin 16 Mar 2020 22:42 WIB

Belajar dari Tawakalnya Yukabad, Ibunda Nabi Musa AS

Yukabad bertawakal kepada Allah SWT agar menjaga Musa AS.

Yukabad bertawakal kepada Allah SWT agar menjaga Musa AS. Sungai Nil yang membelah kota Kairo, Mesir.
Foto: Republika/Rusdi Nurdiansyah
Yukabad bertawakal kepada Allah SWT agar menjaga Musa AS. Sungai Nil yang membelah kota Kairo, Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, Ibunda Musa begitu tawakal menyerahkan keselamatan putranya kepada Allah SWT. Ia memohon pertolongan Allah dan meminta perlindungan-Nya atas putra kecilnya. Allah banyak memerintahkan umat di dalam Alquran untuk senantiasa bertawakal kepada-Nya.

Kisah ibunda Musa tersebut dikabarkan oleh Alquran dalam surat Al Qashash ayat 3 hingga 13. Kisah ini juga tercantum dalam Bibel. Nama Yokhebed merupakan nama yang tercantum dalam Bibel. Adapun dalam Alquran, tak diketahui nama ibunda Musa.    

Baca Juga

Setiap kelahiran bayi laki-laki harus dibunuh. Demikian peraturan kejam Raja Fir’aun, sang penguasa Mesir. Ia takut anak laki-laki akan tumbuh menjadi pemuda yang akan melawan dan menggoncang pemerintahahannya. Maka, setiap putra Bani Israil tak diizinkan melihat dunia meski sekejap mata. Nasib nahas itu pun menimpa Nabi Musa AS.

Alih-alih bahagia melahirkan seorang anak, ibunda Musa, Yokhebed (Yukabad), dirundung kecemasan yang teramat sangat. Bagaimana jika bayinya laki-laki, bagaimana jika ia harus menyaksikan putranya dibunuh. Tentu saja, ia tak rela kehilangan si buah hati. Begitu melahirkan Musa, semakin cemaslah Yokhebed karena yang dilahirkannya merupakan bayi laki-laki.

Sehari, sebulan, hingga tiga bulan lamanya, Yokhebed menyembunyikan putranya, Musa. Setiap hari ia dirundung kekhawatiran, takut kalau-kalau soal kelahiran Musa terbongkar. Hingga kemudian, ibunda Musa akan berpikir untuk menyelamatkannya. Karena, lama kelamaan Musa pasti akan ketahuan petugas kerajaan. Dilanda kebingungan yang sangat, ia pun kemudian mendapat ilham dari Allah untuk menghanyutkan Musa ke Sungai Nil.  

“Susuilah dia. Dan, apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan, janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul,” begitu perintah Allah.  

Yokhebed pun kemudian membuat sebuah peti tertutup dan memasukkan Musa ke dalamnya. Dengan linangan air mata, ia menghanyutkan keranjang mengikuti aliran sungai terpanjang di dunia tersebut. Yokhebed begitu diliputi kesedihan dan kekhawatiran. Air matanya bercucuran. Hampir saja ia berteriak kepada orang sekitar untuk menyelamatkan Musa yang hanyut dibawa air. Tapi, sang ibunda akhirnya memasrahkan Musa kepada Allah. Cukup Allah yang akan menyelamatkan buah hatinya. 

Sebagai upaya, sang ibunda meminta putrinya Miryam untuk mengikuti kemana peti terbawa aliran sungai. “Ikutilah dia,” kata ibunda kepada Miryam dengan kesenduan di wajahnya. Kakak perempuan Musa tersebut pun diam-diam mengikuti aliran sungai. Atas kehendak Allah, peti Musa menuju sungai di dekat istana. Saat itu, istri Fir’aun, Asiyah, tengah berada di kebun istana dekat sungai bersama para pelayannya. Ketika melihat peti yang hanyut, ia pun meminta pelayannya untuk mengambil peti tersebut. Terkejutlah mereka ketika melihat bayi yang lucu berada di dalam peti.

Sekali melihat Musa, Asiyah langsung jatuh hati. Allah menurunkan rasa sayang pada setiap orang yang melihat si kecil Musa. Tapi, Fir’aun telah melarang setiap bayi laki-laki hidup. Maka, Asiyah pun membujuk suaminya untuk mengadopsi Musa sebagai anak angkat.

“Ia adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak” ujarnya. Maka, diangkatlah Musa menjadi putra angkat keduanya. Maka, selamatlah Musa. Miryam merasa lega melihat adiknya dapat selamat. Meski demikian, Yokhebed terus dirundung kesedihan karena kehilangan bayi mungilnya. Tapi, Allah Mahapengasih dan Penyayang. Musa kembali ke dekapan ibunda untuk disusui. 

Saat melihat adiknya dirawat istri Fir’aun, Miryam segera menawarkan bantuan untuk mencarikan wanita yang bisa menyusui bayi tersebut. Tentu saja, Asiyah membutuhkan wanita yang dapat menyusui anak angkatnya Musa. “Maukah kamu aku tunjukan ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?” tawar Miryam. Ahlu bait yang ditawarkan Miryam tersebut bukan lain merupakan ibunya, ibunda Musa, Yokhebed. Asiyah pun menerima tawaran tersebut. Maka, Yokhebed pun dapat kembali memeluk putranya tercinta.

 

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement