REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyusul DKI Jakarta mengembalikan frekuensi transportasi menjadi tinggi dari segi jadwal dan jumlah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut hal tersebut untuk mengurangi risiko penularan Virus Corona COVID-19 dengan ditambah Social Distancing Measures.
"Ini sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, terkait penyelenggaraan kendaraan umum massal untuk masyarakat, maka kami kembali menyelenggarakan dengan frekuensi tinggi dengan ditambah Social Distancing Measures untuk mengurangi risiko penularan," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Senin (17/3).
Dengan frekuensi tinggi ditambah Social Distancing Measures secara disiplin, kata Anies, artinya akan ada pembatasan jumlah penumpang per-bus dan per-gerbong di setiap kendaraan umum yang beroperasi di bawah Pemprov DKI Jakarta yakni Transjakarta, Moda Raya Terpadu (MRT) dan Lintas Raya Terpadu (LRT).
Selanjutnya, kata Anies, akan ada pembatasan jumlah antrean di dalam halte dan jumlah antrean di dalam stasiun dengan jarak sekitar satu lengan (lencang depan)."Ini semua punya konsekuensi antrean akan lebih banyak di luar halte dan di luar stasiun. Antrean di luar halte dan stasiun di ruang terbuka dari diskusi para ahli mengurangi tingkat risiko penularan daripada antrean atau kepadatan di ruang tertutup. Ini penting sekali untuk memastikan bahwa jarak fisik antara satu penumpang dengan penumpang lain baik pada saat menuju kendaraan umum maupun selama berada dalam kendaraan umum tetap terjaga," kata Anies.
Kembalinya tinggi frekuensi transportasi umum tersebut, kata Anies, untuk Transjakarta adalah penyesuaian jumlah armada agar jarak antar angkutan makin dekat sehingga headway bisa lebih pendek atau minimal sama seperti sebelumnya lima menit, lalu untuk MRT juga demikian.
"Tetapi dengan pembatasan jumlah penumpang dan antrean, tentu antrean di luar akan lebih panjang, ini membutuhkan pengertian dari kita semua, karena tanpa kita secara sadar menjaga jarak satu sama lain, kita sudah saksikan di berbagai negara, ketika tidak ada keseriusan, kedisiplinan di dalam melakukan social distancing, potensi penularan itu sangat besar, ini bukan soal menjalankan aturan ini soal melindungi diri sendiri, orang lain dan seluruh masyarakat," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo memaparkan skema pembatasan transportasi umum, khususnya pada jumlah penumpang serta antrean di halte dan stasiun.
Pertama adalah jam operasional MRT kembali jadi jam 05.00 WIB-24.00 WIB, kemudian mengembalikan 16 rangkaian dari empat saat ini, namun dengan pembatasan kapasitas dari satu rangkaian 1.200 menjadi maksimum 360 penumpang.
Untuk LRT Jakarta, kembali beroperasi pada pukul 05.30 WIB-23.00 WIB dengan hanya mengangkut 80 penumpang dari yang biasanya 270 penumpang per rangkaian.
Kemudian untuk Transjakarta, kembali beroperasi 24 jam pada Selasa (17/3). Dengan dua jenis layanan yaitu bus gandeng dan bus tunggal yang masing-masing penumpangnya dibatasi dari sebanyak 150 dan 80 penumpang, hanya akan mengangkut 60 dan 30 penumpang.
Kemudian untuk jarak penumpang yang mengantre, baik di dalam maupun di luar halte atau stasiun, diimbau untuk menjaga jarak dengan sistem 'lencang depan'.
"Jadi semuanya kita imbau lencang depan satu lengan ke depan. Pola ini kita harapkan potensi penyebaran virus COVID-19 ini minimal, bahkan kita hilangkan," kata Syafrin.