Selasa 17 Mar 2020 08:50 WIB

Nyaris Dicoret di Pelatnas, Kini Praveen Kembali Meroket

Praveen menorehkan sejarah dua kali juara All England dengan pasangan berbeda.

Rep: Fitriyanto/ Red: Endro Yuwanto
Pebulu tangkis ganda campuran Indonesia Praveen Jordan (kanan).
Foto: Antara/Humas PBSI
Pebulu tangkis ganda campuran Indonesia Praveen Jordan (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, Awal Oktober 2019 lalu, Pelatnas Bulu Tangkis Indonesia di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, sempat memanas. Salah seorang pemain pelatnas mendapat surat peringatan (SP 2) dari jajaran pelatih. Itu artinya jika pemain tersebut melakukan satu lagi kesalahan, maka tak ada ampun ia harus meninggalkan kawah candradimuka cabang tepok bulu.

Pemain yang mendapat SP2 itu adalah Praveen Jordan. Pebulu tangkis yang juga akrab disapa Ucok ini melakukan tindakan indisipliner keluar pelatnas tanpa izin dan juga mangkir dari latihan.

Tak ayal, para penggemar bulu tangkis atau yang biasa disebut BL Lover ramai-ramai menyerang Praveeen. Tidak sedikit dari penggemar yang bersuara berisik di media sosial (medsos) agar pelatnas memecat atlet kelahiran Bontang yang dinilai tidak disiplin tersebut. Apalagi, ketika itu Praveen bersama pasangannya Melati Daeva Oktavianti belum mampu menorehkan prestasi yang membanggakan.

Alih-alih menurunkan mental Praveen, "surat cinta" dari pelatih pelatnas dan serangan dari BL Lover diubah Praveen menjadi motivasi untuk mencetak prestasi yang lebih tinggi di pentas internasional. Apalagi, sebenarnya Ucok pemain yang punya potensi. Gelar juara All England 2016 bersama Deby Susanto adalah bukti tak terbantahkan kemampuannya.

Praveen kemudian menjawabnya, bukan hanya dengan satu prestasi, melainkan dengan dua prestasi secara beruntun. Bersama Melati yang tampil cerdik di depan net, pasangan ini keluar sebagai juara Denmark Open 2019 pada akhir Oktober.

Jalan meraih trofi pun dilalui dengan luar biasa. Sejumlah pemain unggulan ditumbangkan Praveen/Melati, salah satunya adalah unggulan pertama sekaligus ganda campuran nomor satu dunia asal China, Zheng Siwei/Huang Ya Qiong.

Akhirnya, Praveen/ Melati melaju ke babak final yang kelima kalinya di Odense Sportspark. Di empat final sebelumnya selama tahun 2019, Praveen/Melati harus puas sebagai runner-up, yaitu di India Open, Selandia Baru Open, Australia Open, dan Jepang Open.

Pada babak final, Praveen/Melati menghadapi "tembok China" lainnya, yaitu pasangan unggulan kedua Wang Li Lyu/Huang Dong Ping sekaligus sebagai pasangan peringkat dua dunia. Pasangan China ini telah mengoleksi enam gelar juara selama 2019.

Namun, itu semua tidak berpengaruh di hadapan Praveen/Melati. Praveen/Melati pun mengalahkan ganda China tersebut dalam tiga gim, 21-18, 18-21, dan 21-19 pada partai final.

Meski juara Denmark Open 2019, masih banyak yang menganggap bahwa itu suatu kebetulan semata. Lagi-lagi Praveen membungkam cibiran dengan podium tertinggi di turnamen berikutnya, yakni Prancis Open 2019. Hanya berselang satu pekan, Praveen/Melati kembali menaklukkan Zheng Siwei/Huang Yaqiong, 22-24, 21-16, dan 21-12.

Persembahan dua gelar di tur Eropa ini membuktikan kemampuan Praveen. Sayangnya, di sisa turnamen selanjutnya di akhir tahun 2019 termasuk BWF Final di Guangzhou, China, Praveen/Melati belum berhasil naik podium lagi.

Hasil manis tur Eropa itu belum ditorehkan lagi di tahun 2020. Namun pasangan ini sudah mengamankan posisinya untuk bisa tampil di Olimpiade 2020 Tokyo. Meski begitu, tetap saja Praveen/Melati di bawah bayang-bayang peraih emas Olimpiade 2016 Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, salah satu ganda campuran terbaik Indonesia.

Bukan Praveen kalau tak bereaksi. Lagi-lagi Praveen memberi bukti bahwa ia bersama Melati patut diperhitungkan dalam perebutan medali di Olimpiade 2020. Ajang pembuktiannya adalah All England 2020.

Datang sebagai unggulan kelima, Praveen/Melati hanya ditarget lolos babak semifinal. Perjalanan Praveen/Melati di turnamen bulu tangkis tertua di dunia ini tidak mulus, sehingga tidak banyak yang yakin keduanya akan merebut gelar juara. Tercatat hanya di babak pertama Praveen/Melati hanya bermain dua gim. Sisanya hingga partai puncak harus dimainkan dengan tiga gim.

Di partai puncak, ganda campuran Indonesia ini menyingkirkan Dechapol Puavanukroh/Sapsiree Taerattanachai asal Thailand, 21-15, 17-21, dan 21-8. Keberhasilan ini tidak hanya menobatkan Praveen/Melati sebagai jawara All England 2020. Namun khusus bagi Praveen, ia berhasil menorehkan sejarah sebagai pemain Indonesia pertama yang juara ganda campuran dengan pasangan yang berbeda. Sebelumnya tahun 2016, pebulu tangkis usia 26 tahun itu bersama Debby Susanto juga keluar sebagai yang terbaik.

Usai juara All England 2020, di tengah lapangan Praveen tak lupa mengucapkan terima kasih atas dukungan penonton yang luar biasa di Birmingham, Inggris. "Terima kasih, dukungan ini membuat kami bangkit untuk merebut kemenangan," ujar Praveen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement