REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira B, Dwina Agustin
Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin mengumumkan, Malaysia akan melakukan pembatasan ruang gerak warganya secara nasional mulai Rabu (18/3) hingga Selasa (31/3) menyusul wabah virus corona atau Covid-19. Media-media di Malaysia menyebut langkah ini sebagai tindakan lockdown yang kemudian diklarifikasi pihak pemerintah.
"Prioritas pemerintah sekarang adalah untuk menghindari penyebaran infeksi baru, yang akan memengaruhi lebih banyak orang," kata Muhyiddin dalam siaran langsung pengumuman khusus di Astro Awani, RTM, TV3, dan BernamaTV dilansir Malay Mail, Senin (16/3).
"Karena itu, tindakan drastis perlu diambil. Pemerintah telah memutuskan untuk menerapkan 'pembatasan ketertiban gerakan' mulai dari 18 Maret hingga 31 Maret," ujarnya menambahkan.
Muhyiddin mengatakan, semua tempat usaha harus ditutup, terkecuali perusahaan seperti supermarket dan toko kelontong yang menjual kebutuhan sehari-hari.
Dia mengatakan, seluruh kegiatan di tempat pemerintah dan swasta akan ditutup selama kebijakan ini, kecuali untuk layanan penting seperti utilitas, telekomunikasi, transportasi, perbankan, kesehatan, apotek, pelabuhan, bandara, pembersihan, dan persediaan makanan. Hingga kini, meski beluma da laporan kematian akibat Covid-19, Malaysia mencatat 553 kasus infeksi Covid-19. Sebanyak 138 kasus baru dilaporkan hari ini.
Sebagian besar pasien adalah peserta acara keagamaan di sebuah masjid yang dihadiri lebih dari 10 ribu orang dari sejumlah negara. Otoritas kesehatan Malaysia mengungkapkan, antara 27 Februari dan 1 Maret lalu, sekitar 16 ribu orang menghadiri pertemuan keagamaan di sebuah masjid di dekat Kuala Lumpur. Sekitar 14.500 peserta adalah warga Malaysia dan sisanya datang dari berbagai negara.
Menteri Kesehatan Malaysia Datuk Seri Dzulkefly Ahmad mengatakan, langkah pembatasan gerak secara nasional bukanlah lockdown. Menurut dia, langkah pemerintah hanyalah bentuk social distancing atau jarak sosial yang dapat meratakan kurva epidemi.
"Ini tidak seperti lockdown sama sekali. Lockdown adalah ketika Anda tidak dapat meninggalkan rumah, ada jam malam total, Anda tidak bisa keluar untuk membeli makanan," kata Dzulkefly dikutip Malay Mail.
"Langkah Perdana Menteri adalah ekspresi terbaik dari social distancing. Ini adalah gangguan dalam kegiatan keseharian, ya memang, tapi ini akhirnya adalah untuk meratakan kurva epidemi," kata dia menambahkan.
Menurut laporan dan studi berita, social distancing adalah bagian dari upaya untuk melakukan apa yang oleh ahli epidemiologi disebut meratakan kurva pandemi, yakni menjauhi kerumunan agar menangkal persebaran virus.
Malaysia bukan negara pertama yang diperintahkan oleh pemerintahnya untuk menjalani pembatasan ini. Bagian lain dunia, seperti berbagai negara bagian di AS, juga mempraktikkan social distancing yang berkontribusi untuk meratakan kurva epidemi. Indonesia juga melakukan hal serupa.
Menteri Keagamaan Datuk Zulkifli Mohamad al-Bakri menyatakan, Pemerintah Malaysia menangguhkan semua kegiatan di masjid dan mushala, termasuk shalat berjamaah, Senin (16/3). Penangguhan akan dilakukan selama 10 hari.
"Semua kegiatan di masjid dan surau termasuk shalat Jumat dan shalat berjamaah ditunda mulai dari 17-26 Maret 2020," ujar Datuk Zulkifli dikutip dari Malay Mail Online.
Mufti Wilayah Persekutuan ini mengatakan, keputusan ini berlaku hanya untuk wilayah persekutuan yang terdiri atas Kuala Lumpur, Putrajaya, dan Labuan. Namun, penerapan suspensi 10 hari akan bergantung pada setiap otoritas negara bagian untuk memutuskannya.
Keputusan tersebut pun dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong al-Sultan Abdullah Ri'uddinuddin al-Mustafa Billah Shah. Pertemuan yang dilakukan Ahad (15/3) melibatkan komite khusus dewan tingkat nasional tentang urusan Islam untuk memutuskan penangguhan kegiatan masjid dan mushala.
"Komite Masjid dan Mushala direkomendasikan untuk melakukan operasi pembersihan dan desinfeksi sebagai langkah keamanan untuk menghindari infeksi. Periode 10 hari tunduk pada saran dan pandangan dari Kementerian Kesehatan Malaysia," kata Datuk Zulkifli.
Datuk Zulkifli mengatakan, pertemuan itu juga telah memutuskan pengaturan pemakaman jika terjadi kematian akibat Covid-19. Pengurusan jenazah harus dilakukan sesuai dengan keputusan Februari 2015 oleh komite yang sama dalam pertemuan ke-107 tentang bagaimana Muslim yang meninggal karena dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi virus ebola.
Komite telah memutuskan bahwa, baik keputusan mengenai penangguhan 10 hari kegiatan masjid dan mushala maupun pengurusan jenazah pasien Muslim Covid-19, akan diserahkan kepada pertimbangan setiap otoritas negara bagian. Langkah ini dilakukan meski Malaysia saat ini belum mencatat kematian karena virus corona.