Selasa 17 Mar 2020 17:07 WIB

Ilmuwan China Teliti Virus Corona dengan Kera

Kera yang pulih dari virus corona mengembangkan kekebalan.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Penelitian virus corona, ilustrasi
Foto: Rawpixel
Penelitian virus corona, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Para ilmuwan di China menginfeksi kera dengan virus corona yang menyebabkan Covid-19 beberapa waktu lalu. Hasilnya, kera yang pulih dari virus mengembangkan kekebalan efektif dari penyakit tersebut.

Hasil baru itu merupakan penemuan penting yang berpotensi dapat mengembangkan vaksin Covid-19. Namun, para peneliti juga menemukan bahwa hewan dapat terinfeksi melalui mata mereka.

Baca Juga

Hal itu menandakan, memakai masker kemungkinan tidak cukup untuk melindungi orang dari penyakit. Para ilmuwan di seluruh dunia berlomba untuk mengembangkan vaksin untuk menghilangkan virus corona. Uji klinis pertama dapat dilakukan di China dan Amerika Serikat (AS) dalam waktu satu bulan.

Meski demikian, sejumlah kasus meragukan proses tersebut. Orang yang dites negatif untuk penyakit Covid-19, kemudian keluar dari rumah sakit, beberapa hari kemudian terdeteksi positif.

Tingkat kekambuhan pasien akan virus itu berkisar antara 0,1 persen hingga satu persen secara nasional China, dikutip South China Morning Post. Namun, di beberapa provinsi seperti Guangdong hingga 14 persen dari pasien yang pulang ke rumah karena telah dilaporkan kembali ke rumah sakit karena hasil tesnya.

Jika ternyata pasien telah terinfeksi ulang oleh virus yang sama, maka vaksin tidak akan terbukti efektif. Percobaan pada kera yang dilakukan oleh tim dari Akademi Ilmu Kedokteran China dapat membantu menghilangkan rasa takut itu.

Detail dari percobaan oleh tim dirilis Sabtu pekan lalu di bioRxiv, website studi. Profesor Qin Chuan menuliskan, bahwa tim penelitiannya menginfeksi empat kera rhesus dengan jenis Covid-19. Hewan-hewan itu mulai menujukkan tanda-tanda penyakit tiga hari kemudian.

Hewan-hewan mengalami demam, kesulitan bernapas, kehilangan nafsu makan dan berat badan. Pada hari ketujuh percobaan, Qin menidurkan salah satu kera dan menemukan virus telah menyebar ke seluruh tubuhnya dari hidung ke kandung kemih dengan kerusakan nyata pada jaringan paru-paru.

Kera lain pulih secara bertahap dan akhirnya berhenti menunjukkan gejala. Sekitar sebulan kemudian, setelah tes mengembalikan hasil negatif dan sinar-X menunjukkan organ dalam mereka telah pulih sepenuhnya, dua kera diberi dosis virus melalui mulut.

Para ilmuwan mencatat kenaikan suhu sementara, tetapi selain itu semuanya tampak normal. Otopsi dilakukan pada dua monyet ini sekitar dua minggu kemudian, dan para peneliti tidak dapat menemukan jejak virus di tubuh mereka.

Sementara itu, tingkat antibodi yang sangat tinggi terdeteksi setelah minggu kedua. Hal itu menunjukkan bahwa sistem kekebalan siap untuk melawan penyakit. Qin mengatakan, hasilnya akan memiliki implikasi penting dalam mengevaluasi pengembangan vaksin.

Para peneliti kemudian menilai bahwa tes positif pada beberapa pasien pulih mungkin turun ke beberapa penyebab lain daripada pasien menjadi terinfeksi ulang. "Ini mungkin dikaitkan dengan 'false negative' hasil tes sebelum mereka keluar atau pasien tidak membuat pemulihan penuh walaupun mereka memenuhi kriteria untuk keluar," kata pernyataan bersama para peneliti China.

Eksperimen menggunakan hewan mendukung pengamatan yang dilakukan oleh beberapa dokter di garis depan dalam perang melawan penyakit. Profesor Zhong Nanshan, seorang ilmuwan pemerintah terkemuka mengatakan, pihaknya menemukan keberadaan antibodi yang kuat pada pasien yang pulih, yang berarti virus tidak lagi dapat menggunakannya sebagai pembawa virus lagi.

"Sekarang pertanyaan yang semua orang pedulikan adalah apakah kontak dekat dan anggota keluarga mungkin terinfeksi karena (pasien) dites positif lagi. Sejauh ini saya belum melihat bukti," kata Zhong.

Seorang dokter yang bekerja di rumah sakit umum di Beijing merawat pasien Covid-19. Dia mengatakan percobaan menggunakan hewan memberikan informasi berharga karena kera secara genetik dekat dengan manusia. Meski ia menilai, apa yang terjadi pada monyet tidak selalu berhasil pada manusia.

Dokter juga mengatakan bahwa kasus baru-baru ini di Jepang telah menyebabkan beberapa masalah di kalangan medis. Hal itu terjadi setelah otoritas kesehatan melaporkan bahwa pasien berusia 70 tahun yang telah pulih dirawat di rumah sakit lagi karena mengembangkan gejala Covid-19 seperti demam dan kesulitan bernapas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement