Rabu 18 Mar 2020 10:39 WIB

Ketua PP Muhammadiyah: Fatwa MUI Soal Corona Jadi Pedoman

Fatwa MUI dinilai bisa jadi pedoman umat soal ibadah di tengah wabah corona.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Ketua PP Muhammadiyah: Fatwa MUI Soal Corona Jadi Pedoman. Foto: Prof Dadang Kahmad(Republika/Yogi Ardhi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ketua PP Muhammadiyah: Fatwa MUI Soal Corona Jadi Pedoman. Foto: Prof Dadang Kahmad(Republika/Yogi Ardhi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad mengatakan bahwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadinya wabah virus corona atau Covid-19 dibuat melalui pertimbangan yang matang. Sehingga fatwa tersebut bisa jadi pegangan umat.

Prof Dadang mengatakan, berkenaan dengan mewabahnya virus corona yang sangat cepat penyebarannya. Pemerintah pusat dan daerah menetapkan status darurat virus corona. Sehingga rakyat mempertanyakan bagaimana bila melaksanakan shalat berjamaah dalam situasi seperti saat ini.

Baca Juga

"Rakyat mempertanyakan bagaimana kalau berkumpul dan shalat berjamaah, maka dengan adanya Fatwa MUI itu memberi pegangan kepada umat untuk mentaatinya," kata Prof Dadang kepada Republika, Selasa (17/3).

Ia menjelaskan, Fatwa MUI dibuat berdasarkan syariat Islam. Selain itu ada contohnya di zaman Nabi tidak melaksanakan shalat berjamaah karena kondisinya tidak memungkinkan. Karena itu diharapkan Fatwa MUI ini menjadi bahan pertimbangan umat untuk melaksanakannya ibadah di lokasi yang terpapar virus corona.

Tapi untuk daerah yang aman dari virus corona, dalam Fatwa MUI juga dijelaskan bahwa umat Islam melaksanakan ibadah seperti biasa. Akan tetapi bila ada jamaah yang sakit, lebih baik menahan diri untuk tidak bertemu dengan orang-orang dan mengisolasi diri untuk sementara waktu.

Mengenai masih ada orang yang berpendapat bahwa meninggal dunia adalah takdir Allah bukan karena virus corona, Prof Dadang mengingatkan bahwa umat Islam diwajibkan untuk berikhtiar. Ada hadis Nabi yang mengatakan manusia harus menghindar dari sebuah daerah yang sedang terjangkit wabah.

"Umar bin Khattab pernah mau ke Syam, tapi tidak jadi ke sana karena di Syam sedang terjadi wabah, maka Umar kembali lagi ke Madinah. Kata Umar kita keluar dari takdir yang satu ke takdir yang lain, sebagai mana anda menggembala kambing di sana ada yang hijau dan ada yang kering, kalau anda memilih yang hijau berarti anda memilih takdir yang banyak rumputnya," ujarnya.

Prof Dadang menegaskan bahwa umat Islam harus ikhtiar menghindari marabahaya termasuk virus corona semampunya. Tapi kalau sudah ikhtiar dan masih terjangkit virus tersebut, maka harus tawakal kepada Allah SWT.

Sebelumnya, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadinya Wabah Virus Corona atau Covid-19. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Asrorun Niam Sholeh menyampaikan ketentuan hukum fatwa ini.

Ia mengatakan, pertama, setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkan terpapar penyakit. Karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

"Kedua, orang yang telah terpapar virus Corona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain," kata KH Asrorun kepada Republika, Senin (16/3).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement