Rabu 18 Mar 2020 14:36 WIB

Mimpi Nurul Jadi Hafidzah

Nurul Aisiyah seorang asisten rumah tangga yang putus sekolah.

Nurul, sapaan akrabnya bekerja sebagai asisten rumah tangga sejak lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada 2018 silam.
Foto: Dok PPPA Daarul Quran.
Nurul, sapaan akrabnya bekerja sebagai asisten rumah tangga sejak lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada 2018 silam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Nurul Aisiyah, gadis asal Banjarnegara, Jawa Tengah, seorang asisten rumah tangga. Nurul, sapaan akrabnya bekerja sebagai asisten rumah tangga sejak lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada 2018 silam.

Usianya masih sangat belia, yakni 18 tahun. Akan tetapi, jalan hidupnya tak seindah teman sebayanya. Semenjak lulus SMP, ia sudah merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib menjadi asisten (pembantu) rumah tangga. Nurul telah bekerja di sejumlah tempat, dan kini ia bekerja di salah satu rumah konglomerat di wilayah Serpong, Tangerang, Banten.

Jika Nurul melanjutkan pendidikannya, bisa jadi ia sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun, keinginan untuk berseragam putih abu-abu harus ia kubur setelah ditentang orang tuanya. "Sebenarnya saya dulu ingin SMA dan mondok, tapi nggak dibolehin sama orang tua," ujar Nurul dengan suara berat dan mata yang berkaca-kaca.

Meninggalkan dunia pendidikan dan harus bekerja pun sebenarnya bukan keinginan pribadi Nurul. Akan tetapi, karena desakan ekonomi yang menghimpit keluarganya, membuat Nurul harus merelakan masa mudanya untuk digadaikan dengan perjuangan mengais rezeki. Penghasilannya tak seberapa, namun ia tetap bersemangat demi keluarganya.

Suatu ketika, Nurul mendapat informasi tentang beasiswa Pesantren Tahfidz Daarul Qur'an Takhassus. Hasratnya untuk belajar Alqur'an yang sudah lama terpendam pun muncul kembali. Ia seperti menemukan jalan dari rangkaian doa-doanya selama ini. Akhirnya ia memutuskan untuk mendaftarkan diri.

Sang majikan yang notabene merupakan non-Muslim ternyata mendukung dan mengizinkan Nurul untuk mengikuti seleksi. Nurul pun datang ke lokasi seleksi menggunakan ojek online seorang diri. "Alhamdulillah, bos saya dukung banget, saya diizinkan ikut. Tadi ke sini naik ojek online," tuturnya dengan logat Jawa yang masih kental.

Nurul mengaku, jika ia lolos seleksi dan diterima menjadi santri Pesantren Tahfidz Daarul Qur'an Takhassus, ia akan merelakan pekerjaannya menjadi asisten rumah tangga dan fokus menghafal Alqur'an. Selain itu, dirinya pun telah siap jika suatu saat nanti harus berdakwah menjadi kader Daarul Qur'an. "InsyaAllah siap, saya memang ingin sekali mondok dari dulu. Makanya setelah dapat info ini, saya tertarik," ungkap Nurul.

Setelah mengikuti seleksi beasiswa Pesantren Tahfidz Daarul Qur'an Takhassus wilayah Jabodetabek di Gedung STMIK Antar Bangsa, Tangerang pada Sabtu (14/3) lalu, Nurul pun kembali ke tempat dimana ia bekerja sembari menunggu kabar diumumkannya peserta yang lolos. Ia sangat berharap dapat lolos dan menghafal Alqur'an hingga dapat membuat bangga orang tua dan seluruh keluarganya.

Direktur Utama PPPA Daarul Qur’an Abdul Ghofur mengatakan, Pesantren Takhassus sendiri merupakan salah satu upaya lembaganya memberikan kesempatan kepada generasi muda yang memiliki keterbatasan ekonomi untuk mewujudkan cita-citanya menjadi hafidz dan hafidzah. Pesantren ini gratis untuk anak-anak yatim duafa karena operasional dan kebutuhan pendidikan seluruhnya menggunakan dana sedekah yang diamanahkan para donatur.

“Karenanya kami terus mengajak masyarakat untuk membantu mereka, anak-anak yatim duafa yang ingin menggapai impiannya menjadi penghafal Alqur’an. Semoga Allah memberikan keberkahan kepada seluruh donatur yang terus membersamai langkah perjuangan mereka menghafal ayat-ayat suciNya. Aamiin,” harap Ghofur.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement